Kaum Tionghoa Juga Nasionalis !
Oleh: Siauw Tiong Djin
NATION Building merupakan proses terpenting dalam mengkonsolidasi kemerdekaan dan keutuhan Republik
Dalam konteks Nation-Building inilah tulisan ini dipersembahkan untuk menganalisis sumbangsih dua organisasi yang didirikan dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh peranakan Tionghoa.
Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK)
Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK) – Rumah Perkumpulan Tionghoa – didirikan pada tahun 1900 oleh beberapa tokoh peranakan Tionghoa di Batavia (Jakarta). Tujuan utama para pendirinya adalah mendorong orang Tionghoa yang bermukim di kawasan Hindia Belanda (nama
Proses pengenalan kebudayaan atau pencarian identitas yang ditempuh oleh para pendiri THHK adalah penyebar-luasan ajaran Khong Hu Cu, ajaran atau “agama” yang dijunjung oleh masyarakat Tionghoa baik di dalam maupun di luar Tiongkok pada waktu itu.
Pengertian bangsa Tionghoa tentunya berkaitan dengan Chinese Race, karena memang pada waktu itu, persoalan negara dan bangsa belum jelas. PembentukanTHHK mendahului pembentukan Republik Tiongkok yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen.
Lahirnya THHK membuahkan beberapa sikap penting dalam sejarah
Usaha semacam ini tentunya disambut oleh masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda, baik mereka yang berasal dari kelompok peranakan (yang sudah bergenerasi di Hindia Belanda) maupun yang berasal dari kelompok totok (yang lahir di Tiongkok). Sekolah-sekolah THHK berkembang pesat dan jumlah pelajarnya meningkat dengan hebat. Karena bahan-bahan pelajaran diambil dari Tiongkok, masyarakat Tionghoa yang berhubungan dengan THHK, termasuk generasi mudanya, terdorong untuk berkiblat ke Tiongkok dan mengenal, bahkan mendukung, nasionalisme Tiongkok.
Dalam konteks perwujudan identitas Tionghoa di Hindia Belanda, para pendiri THHK berhasil. Masayarakat Tionghoa, terutama peranakan dan generasi mudanya, mengenal lebih baik ajaran Khong Hu Cu dan kebudayaan Tionghoa. Walaupun pengenalan identitas Tionghoa di dalam kalangan peranakan Tionghoa tidak berubah menjadi keinginan untuk “kembali” ke Tiongkok, ia merupakan faktor penting dalam proses pembangunan bangsa – nasion Indonesia, yang oleh sementara sejarahwan dikatakan terbentuk pada tanggal 21 Mei 1908.
Ke–Tionghoaan masyarakat Tionghoa di Indonesia memiliki kekhususan karena ia sangat dipengaruhi alam dan kebudayaan
Selain penemuan identitas Tionghoa dan ke-Tionghoaan ala Hindia Belanda (
Istilah Tionghoa dipergunakan oleh para pejuang revolusi Tiongkok yang dipimpin oleh Sun Yat Sen. Pada waktu Sun Yat Sen mendeklarasikan pembentukan Republik Tiongkok pada tahun 1911, istilah “Tionghoa” resmi dipergunakan untuk bangsa dan bahasa Tionghoa. Keberhasilan revolusi Tiongkok yang didasari oleh nasionalisme Tionghoa ini, dikatakan oleh banyak sejarawan sebagai pendorong bangkitnya nasionalisme
Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa istilah “Tionghoa” digunakan oleh masyarakat Indonesia dan pemerintah RI, hingga pemerintah Orde Baru mengeluarkan kebijakan pada tahun 1966 untuk menggantinya dengan istilah “China”, sebuah istilah yang di Indonesia mengandung konotasi penghinaan terhadap golongan Tionghoa.
Pengaruh THHK dalam kalangan peranakan Tionghoa berangsur berkurang pada tahun 1930-an, karena program pendidikannya dianggap kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Tionghoa di zaman penjajahan. Pengaruh dan perannya boleh dikatakan hilang setelah kemerdekaan
Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan
Pada tahun 1954 organisasi yang dinamakan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan
Perbedaan fundamental antara Baperki dan THHK terletak pada program kerjanya. THHK, seperti banyak organisasi Tionghoa lainnya, menitikberatkan program pendidikan dan sosial. Sedangkan Baperki berkembang sebagai sebuah organisasi
Baperki menekankan bahwa dengan terbentuknya Republik
Dengan sendirinya mereka menentang paham asimilasi yang dikembangkan pada awal tahun 1960-an. Pihak yang melahirkan konsep asimilasi menghendaki golongan Tionghoa menanggalkan atau mencampakkan ciri-ciri ke-Tionghoaan sehingga di suatu saat, golongan Tionghoa “lenyap” dari permukaan bumi
Usaha membangun bangsa –
Baperki juga berpendapat bahwa nasion
Dalam konteks ini, Baperki mendesak pemerintah RI untuk mendukung setiap usaha pengembangan kegiatan dagang dan produksi domestik, tanpa mendiskriminasikan siapa pemilik modal domestik. Dengan sendirinya Baperki menentang setiap usaha sementara pemimpin pemerintah RI yang pada tahun 1950-an melakukan berbagai kebijakan yang menindas atau membatasi pengembangan modal milik pedagang-pedagang Tionghoa.
Situasi politik di masa hidup Baperki memang memungkinkan organisasi ini mengerahkan massa-nya untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
Baperki belajar dari THHK. Kegiatan sosial harus dikaitkan dengan usaha dalam dunia pendidikan. Pada akhir tahun 1950-an, Baperki berhasil mendirikan dan menjalankan ratusan sekolah di berbagai
Akan tetapi program pendidikan Baperki berbeda dengan apa yang dijalankan THHK. Kalau THHK banyak bersandar pada program pendidikan Tiongkok, Baperki menitik beratkan kurikulum nasional. Dan, Baperki mendorong pendidi
Kegigihan Baperki dalam memperjuangkan proses
Hancurnya kekuasaan Presiden Soekarno pada tahun 1966 diikuti dengan munculnya kekuatan baru, yang dipimpin oleh Jendral Soeharto, yang merajalela selama 32 tahun. Baperki-pun dibubarkan oleh kekuasaan Orde baru. Walaupun kekuasaan Orde Baru senantiasa mencanangkan slogan persatuan dan kesatuan bangsa, proses
Prospek di Masa Depan
Perkembangan politik belakangan ini cukup menyejukkan. Kehadiran GusDur didalam pemerintahan RI telah memungkinkan suku Tionghoa di Indonesia merayakan tahun baru Imlek -- tahun baru orang Tionghoa – secara terbuka untuk pertama kalinya dalam 32 tahun.
Perayaan-perayaan tahun baru Imlek pada bulan Februari 2000 di kota-kota besar
Ini menunjukkan bahwa Rakyat
Ini juga membuktikan bahwa ledakan-ledakan rasialisme yang terjadi selama ini di”sulut” atau direkayasa oleh pihak-pihak yang menginginkan proses pembangunan bangsa – Nation Building – terhenti.
Memang sebaiknya kita tidak “menghidupkan” kembali perdebatan antara paham integrasi dan paham assimilasi. Yang penting adalah mengakui bahwa perbedaan di dalam tubuh bangsa
Perkembangan ini harus digunakan oleh para pejuang reformasi untuk “menggalakkan” dan mempercepat Nation Building sehingga bangsa Indonesia bisa kembali berkembang sebagai bangsa yang memiliki kekuatan dalam mengisi kemerdekaan dan mencapai kemakmuran yang diidam-idami.
Dipostingkan oleh indochinese@joymail.com, pada 25 Februari 2000