29 Juli 2007

Mari Belajar Swi-phoa (1)


Menguasai Matematika Tanpa Kalkulator



Wong Chin Na
wongchinna@hotmail.com,

UNTUK belajar Sipoa, atau swi-phoa, atau swan-phan, atau sempoa maka kita harus memegang alatnya, tidak bisa hanya dibayangkan saja. Sekarang di Indonesia ada swi-phoa sistem China, ada swi-phoa sistem Jepang. Yang akan saya bicarakan disini adalah swi-phoa sistem China. Kebetulan saya pernah mendalaminya sedikit.

Swi-phoa umumnya terdiri dari 13 atau 15 batang vertikal, di mana masing-masing batang terdiri dari 7 buah biji, 2 biji di bagian atas dan 5 biji di bagian bawah. Pada kayu pembagi horizontal, setiap 3 baris ada tanda, untuk memberikan tanda satuan, ribuan, jutaan, dst. Pada baris ketiga dari kanan biasanya ada tanda merah, untuk menunjukkan posisi satuan. Baris
pertama dan kedua untuk desimal (di belakang koma).

Untuk mudahnya, mulai baris ketiga dari kanan (tanda merah) ke arah kiri kita beri nomor urut 1, baris ke 4 = no.2, baris ke 5 = no.3, dan seterusnya. Baris kesatu dan kedua tidak usah diberi nomor.

Lima biji bawah nilainya = 1 biji di atasnya = 5 hitungan. Biji yang di bawah, berturut-turut dari no.1, 2, 3, 4, dst nilainya 1, 10, 100, 1.000 dst, Biji yang diatas nilainya 5, 50, 500, 5.000 dst. Lima biji bawah dapat dipertukarkan dengan 1 biji atas.

PENEMPATAN ANGKA.

Sekarang kita letakan di bagian bawah, mulai no.5 - 1 biji; no.4 - 2 biji; no.3 - 3 biji; no.2 - 4 biji dan no.1 - 5 biji.

Apa yang kita lihat di papan swi-phoa adalah angka 12.345 (dua belas ribu tiga ratus empat puluh lima). Untuk sementara desimal kita abaikan. Latihlah berulang kali sampai kita hafal cara menempatkan angka di papan swi-phoa. Tahap berikutnya kita coba untuk menempatkan angka 123.456.789 (seratus dua puluh tiga juta, empat ratus lima puluh enam ribu, tujuh ratus delapan puluh sembilan).

Letakan pada lajur no.9 s/d 5 berturut-turut : 1 biji; 2 biji; 3 biji; 4 biji; dan 5 biji. Semuanya biji yang ada di bagian bawah. Kemudian pada lajur no.4 letakan 1 biji di bagian atas + 1 biji di bagian bawah, nilainya = 6. Pada lajur no.3 letakan 1 biji di atas + 2 biji di bawah, nilainya = 7. Pada no.2 letakan 1 biji di atas + 3 biji di bawah, nilainya = 8. Pada no.1 letakan 1 biji di atas + 4 biji di bawah, nilainya = 9.

Apa yang tampak di papan swi-phoa adalah angka 123.456.789. Latihlah posisi ini berulang kali sampai kita hafal betul posisi angka-angka tsb dari satuan, puluhan, ratusan, dst. Ingat, posisi satuan, puluhan, ratusan, dan seterusnya sangatlah penting. Selanjutnya cobalah menempatkan angka di papan swi-phoa sekehendak hati anda sampai hafal betul, seperti anda menulis di kertas.


PENAMBAHAN.

Sekarang kita coba menjumlahkan : 123 + 234 = 357

Pertama tempatkan dahulu angka 123 seperti di atas. Kemudian tambahkan angka 234 pada posisi yang sesuai, langsung menambahkan biji-biji yang sudah ada di papan. Pada no.3 - 2 biji; no.2 - 3 biji dan no.1 - 4 biji. Maka di papan swi-phoa kita akan melihat angka 357.

Latihlah dengan angka-angka sendiri, cobalah ditulis dahulu di kertas. Untuk tahap pertama ambil angka-angka yang jika dijumlahkan tidak lebih dari 9. Setelah hafal cara ini, lanjutkan dengan angka-angka yang jika dijumlahkan lebih dari 9.

Sekarang kita coba menjumlahkan : 357 + 468 = 825.

Pertama tempatkan angka 357 seperti di atas. Kemudian tambahkan angka 468 pada posisi yang sesuai, sbb :

Untuk memasukan angka 4 (= 400).
Pada lajur no.3 tambahkan 4 biji, tapi biji yang ada di bawah hanya 2. Tambahkan 1 biji atas (5) dan membuang 1 biji bawah.

Untuk menambahkan angka 6 (= 60)
Pada lajur no.2 tambahkan 1 biji atas + 1 biji bawah, tapi biji bawah sudah habis. Tambahkan saja 2 biji atas (10) dan membuang 4 biji bawah. Sekarang di bagian atas ada 2 biji (10), nilainya sama dengan 1 biji bawah pada lajur no.3. Tukar 2 biji atas pada lajur 2 dengan 1 biji bawah pada lajur 3. Bisa juga dilakukan secara langsung dengan menambahkan 1 biji bawah pada lajur
no.3 dan membuang 4 biji bawah pada lajur no.2

Untuk menambahkan angka 8 (= 8)
Pada lajur no.1 tambahkan 1 biji atas + 3 biji bawah. Sekarang di bagian atas ada 2 biji (10), tukarkan dengan 1 biji bawah pada lajur no.2. Di bagian bawah ada 5 biji, tukarkan dengan 1 biji atas.

Apa yang nampak di papan swi-phoa adalah angka 825. Latihlah berulang kali sampai lancar. Lanjutkan dengan menjumlahkan ribuan, puluhan ribu, dst. sampai lancar benar. Selamat mencoba, semoga sukses !

Diposting pada 25 Februari 2000

Orang Tionghoa ada Dimana-mana


Tontowy Djauhari Hamzah
(hamzah@dnet.net.id)


BEBERAPA hari yang lalu saya kedatangan dua orang tamu. Keduanya wanita. Yang pertama bernama Elsye. Dari logatnya saya bisa menduga, Elsye berasal dari Jawa. Yang kedua, bernama Cucu. Dari logatnya, saya menduga ia berasal dari daerah sunda. Dari warna kulit dan matanya, saya menduga Elsye adalah pribumi Jawa. Sedangkan Cucu, berasal dari etnis Tionghoa. Dugaan saya memang tidak meleset.

Sejak semula saya sudah menduga, kedatangan mereka berdua pasti ada hubungannya dengan kegiatan keagamaan. Saya sudah sering menerima tamu seperti Elsye dan Cucu. Dan saya selalu dengan senang hati menerima kedatangan mereka. Ketika itu, setelah mempersilakan Elsye dan Cucu memasuki ruang tamu, saya langsung membuka pembicaraan, "…anda dari advent…?"

"Bukan, kami dari sekte Saksi Yehova…" jawab Cucu dengan santun.

Cucu hanyalah salah satu saja dari etnis Tionghoa yang pernah mengunjungi saya dalam rangka keagamaan. Sebelumnya, saya pernah kedatangan wanita seperti Cucu (etnis Tionghoa) dari sekte Advent, dan berbagai sekte lainnya. Saya senang berdiskusi dengan mereka. Isteri saya yang keheranan pernah bertanya, "…mengapa sih Abang sering kedatangan tamu seperti itu…?" Saya cuma tertawa kecil sambil menjawab, "…mungkin karena wajah Abang yang tidak Islami…" jawab saya sekenanya.

Dari situ saya berkesimpulan, bahwa etnis Tionghoa ada di mana-mana. Ada di setiap agama: Islam, Hindu, Budha, Konghucu, Katholik, Protestan, dan berbagai sekte Kristen lainnya. Bahkan yang agnostik dan atheis pun terwakili. Oleh karena itu, saya berpendapat, memahami etnis Tionghoa sama kompleksnya memahami ke-Bhineka-an yang inherent di dalam tubuh bangsa Indonesia.

Ada satu hal yang mengagumkan dari Cucu. Ternyata ia masih single. Gadis kelahiran Tasikmalaya pada tahun 1960 ini, menghabiskan sebagian besar waktunya untuk kegiatan keagamaan. "…Kami cuma sekedar menyampaikan kabar gembira, bukan memaksa orang untuk pindah agama…" kata Cucu ketika itu.

Cucu dan Elsye yang berkantor di jalan Tebet Barat IV-D no. 1-B itu, kemudian mohon pamit, setelah menuntaskan teh hangat yang dihidangkan isteri saya. Setelah lebih satu jam kami berbincang-bincang, saya memperoleh pengetahuan yang sangat berarti. Bahwa, sekte Saksi Yehova sebagaimana dijelaskan Cucu memang berbeda dengan sekte Protestan maupun Katholik yang pernah saya kenal.

Sebagaimana dijelaskan Cucu, sekte Saksi Yehova punya kesamaan dengan Islam, bahwa Yesus (atau Nabi Isa) itu hanyalah seorang utusan belaka, bukan Tuhan. Dan Tuhan punya nama, yaitu Yehova. Sekte ini juga mengakui Kitab Taurat. Ketika Elsye dan Cucu mulai menjauh, saya berdoa, semoga Cucu yang manis dan lembut itu segera mendapat jodoh. Tentu saja isteri saya tidak mendengar doa saya untuk Cucu, karena dilakukan dalam hati…

Diposting pada 20 Februari 2000

Wayang dan Barongsai

Dua Tradisi Simbolik ala Indonesia

Daniele Setiawan
(daniele@cabi.net.id)

WAYANG konon merupakan kesenian dari luar, yang dibawa masuk dengan semangat ajaran Hindu, kemudian menjadi bagian dari kesenian tradisional. Perkembangan selanjutnya, wayang yang telah menjadi kesenian tradisional kemudian dijadikan media untuk memasyarakatkan agama Islam, antara lain oleh para Walisongo, dan berhasil. Jadi, wayang sudah lebih dulu memasyarakat sebelum agama Islam itu sendiri memasyarakat.

Dan kenyataannya, tiga dari sembilan wali itu adalah etnis Tionghoa, bahkan bisa disebut hanya satu saja yang pribumi. Ini berarti sudah sejak awal etnis Tionghoa sudah berperanan di kawasan Nusantara ini, termasuk memasyarakatkan agama Islam.

Barongsai juga demikian. Sebagai kesenian dari luar, ia sebenarnya sudah diterima sebagai saudara sendiri. Misalnya, masyarakat Tangerang menyebut kesenian barongsai tersebut sebagai: "…kesenian dari daerah kami, karena memang dari dulu sudah ada…" Mereka tidak menyebutnya sebagai kesenian dari negeri China.

Tidak hanya barongsai yang sudah diterima, juga tradisi lainnya. Misalnya di kalangan komunitas Betawi, pada saat Cap Go Meh, pernah berlaku tradisi membeli ikan bandeng untuk dikirimkan ke rumah calon mertua. Dalam rangka mengambil hati calon mertua tentunya. Ada
keselarasan tradisi antara Cap Go Meh dengan musim merayu calon mertua. Untuk hal ini barangkali Pak Ridwan Saidi dapat menjelaskan lebih jelas lagi.

Dalam hal busana juga demikian. Ada kebaya encim. Ada kerah China untuk baju koko (atau baju takwa) yang dijadikan busana untuk bersembahyang bagi kalangan Islam. Ada kecap, ada bakso, ada tauco, ada bakpao, ada siomay, ada capcay, untuk makanan. Bahkan untuk obat-obatan, terdapat puluhan atau bahkan ratusan obat-obatan tradisional cina yang lebih
digemari masyarakat luas.

Bahkan untuk hal-hal yang tidak jelas kechinaannya, seperti Kungfu, tetap digemari oleh masyarakat luas, dan bahkan masyarakat tetap percaya bahwa kungfu itu identik dengan china. Padahal kungfu belum tentu ada di china. Ia baru populer setelah para produser film di Hongkong dan Hollywood mempopulerkan seni beladiri ini melalui movie, dengan tokohnya Bruce Lee.




Kesimpulannya, etnis Tionghoa sudah sejak awal ikut menyebarkan agama Islam, agama yang dipeluk oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Tradisi China tidak mengalami penolakan, bahkan terjadi keselarasan. Makanan, obat-obatan, dan busana Cina diterima dengan baik, bahkan untuk busana beribadah (sembahyang) sekalipun. Dan ini berarti telah terjadi
pembauran yang sempurna diantara masyarakat Tionghoa dan non Tionghoa di kawasan Nusantara ini.


Lalu mengapa masih ada masalah pembauran (atau asimilasi)? Lalu mengapa masih ada tindak kekerasan yang menyebabkan etnis Tionghoa sebagai korban utamanya? Mengapa hal itu tidak terjadi pada non pribumi keturunan India (Hindu) dan Arab serta Eropa? Mengapa orang-orang Jepang (sebagai orang asing) leluasa mengembangkan bisnisnya di Indonesia padahal mereka pernah menjajah Indonesia selama 3 tahun lebih?

Nampaknya, bukan pembauran atau asimilasi yang menjadi masalah, tetapi konflik diantara dua etnis, etnis Tionghoa pada satu sisi dan non Tionghoa pada sisi lainnya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa peristiwa Mei 1998 bisa terjadi, padahal pembauran berlangsung sempurna?

Masih pantaskah kita menyalahkan kolonialisme Belanda yang menerapkan politik divide et impera-nya sebagai penyebabnya? Atau, masih pantaskah kita menyalahkan orde baru yang menerapkan politik diskriminatifnya?

Atau untuk mudahnya, kita tuduh saja sejumlah nama (dan institusi) sebagai penyebab terjadinya konflik ini. Misalnya, Gus Dur, Megawati, Amien Rais, Adi Sasono, Habibie, Prabowo, Beni Murdani, Ahmad Suwargono, Theo Syafei, Ali Moertopo, CSIS, KISDI, ICMI, Glostand, Kompas, Republika, Sams, Dave, Mustafa, Iming, Jim, dan sebagainya. Lalu kita rangkai cerita tentang itu semua.

Cara yang mudah memang, tapi sama sekali tidak menyelesaikan masalah (konflik). Nampaknya yang kita butuhkan adalah kesabaran dan kearifan. Kesabaran dan kearifan dalam mengenali permasalahan. Juga, kesabaran dan kearifan dalam merumuskan jalan keluarnya. Gontok-gontokan dan saling tuding cuma merugikan etnis Tionghoa.

Oleh karena itu, saya menilai imbauan agar etnis Tionghoa mengerti politik adalah relevan dan sangat tepat. Bahkan imbauan itu sangat relevan dan tepat pula bila ditujukan kepada segenap bangsa, seperti guru, karyawan swasta, pegawai negeri, petani, nelayan, mahasiswa, pelajar, dan sebagainya, sehingga kita semua tidak dijadikan objek politik. Sehingga kita semua tidak dipinteri sepanjang waktu.


Diposting pada 20 Februari 2000