31 Juli 2007

THHK, Baperki dan Nation-Building


Kaum Tionghoa Juga Nasionalis !

Oleh: Siauw Tiong Djin

NATION Building merupakan proses terpenting dalam mengkonsolidasi kemerdekaan dan keutuhan Republik Indonesia. Republik Indonesia yang tidak ber-bangsa tentunya bukan negara. Yang dimaksud dengan bangsa di sini bukanlah ras -- karena dunia tidak mengenal adanya Indonesian ras -- melainkan Indonesian Nation (Bangsa Indonesia) – yang terdiri dari berbagai suku, termasuk suku Tionghoa yang ternyata merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia.

Dalam konteks Nation-Building inilah tulisan ini dipersembahkan untuk menganalisis sumbangsih dua organisasi yang didirikan dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh peranakan Tionghoa.

Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK)
Tiong Hoa Hwee Kwan (THHK) – Rumah Perkumpulan Tionghoa – didirikan pada tahun 1900 oleh beberapa tokoh peranakan Tionghoa di Batavia (Jakarta). Tujuan utama para pendirinya adalah mendorong orang Tionghoa yang bermukim di kawasan Hindia Belanda (nama Indonesia ketika ia dijajah oleh Belanda) untuk mengenal identitas-nya. Mereka menginginkan masyarakat Tionghoa yang sudah bergenerasi hidup di Hindia Belanda mengenal kebudayaan Tionghoa sehingga mereka bisa bersatu sebagai satu kelompok masyarakat yang dihormati oleh penjajah Belanda.

Proses pengenalan kebudayaan atau pencarian identitas yang ditempuh oleh para pendiri THHK adalah penyebar-luasan ajaran Khong Hu Cu, ajaran atau “agama” yang dijunjung oleh masyarakat Tionghoa baik di dalam maupun di luar Tiongkok pada waktu itu.

Pengertian bangsa Tionghoa tentunya berkaitan dengan Chinese Race, karena memang pada waktu itu, persoalan negara dan bangsa belum jelas. PembentukanTHHK mendahului pembentukan Republik Tiongkok yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen.

Lahirnya THHK membuahkan beberapa sikap penting dalam sejarah Indonesia. Para pendiri THHK memutuskan untuk menyebar luaskan ajaran Khong Hu Cu ini melalui jalur pendidikan. Berdirilah sekolah-sekolah THHK di berbagai kotabesar di Hindia Belanda. Bahasa pengantar yang dipergunakan adalah bahasa Kuo Yu – Mandarin. Guru-guru lulusan Tiongkok dan berbagai tempat lainnya di “import” untuk mengajar dengan program pendidikan modern yang secara keseluruhan bersandar pada apa yang berkembang di Tiongkok. Melalui program ini, ajaran Khong Hu Cu disebar luaskan pula.

Usaha semacam ini tentunya disambut oleh masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda, baik mereka yang berasal dari kelompok peranakan (yang sudah bergenerasi di Hindia Belanda) maupun yang berasal dari kelompok totok (yang lahir di Tiongkok). Sekolah-sekolah THHK berkembang pesat dan jumlah pelajarnya meningkat dengan hebat. Karena bahan-bahan pelajaran diambil dari Tiongkok, masyarakat Tionghoa yang berhubungan dengan THHK, termasuk generasi mudanya, terdorong untuk berkiblat ke Tiongkok dan mengenal, bahkan mendukung, nasionalisme Tiongkok.

Perkembangan yang sangat mempengaruhi jalan berpikir masyarakat Tionghoa di Hindia Belanda ini mengkhawatirkan pemerintahan Belanda. Inilah yang menyebabkan mereka membuka sekolah-sekolah Belanda khusus untuk masyarakat Tionghoa pada awal abad ke 20. Tujuannya adalah menarik sebanyak mungkin siswa Tionghoa supaya pengaruh nasionalisme Tiongkok bisa berkurang.


Dalam konteks perwujudan identitas Tionghoa di Hindia Belanda, para pendiri THHK berhasil. Masayarakat Tionghoa, terutama peranakan dan generasi mudanya, mengenal lebih baik ajaran Khong Hu Cu dan kebudayaan Tionghoa. Walaupun pengenalan identitas Tionghoa di dalam kalangan peranakan Tionghoa tidak berubah menjadi keinginan untuk “kembali” ke Tiongkok, ia merupakan faktor penting dalam proses pembangunan bangsa – nasion Indonesia, yang oleh sementara sejarahwan dikatakan terbentuk pada tanggal 21 Mei 1908.

Ke–Tionghoaan masyarakat Tionghoa di Indonesia memiliki kekhususan karena ia sangat dipengaruhi alam dan kebudayaan Indonesia secara keseluruhan. Dan ia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari nasion Indonesia.

Selain penemuan identitas Tionghoa dan ke-Tionghoaan ala Hindia Belanda (Indonesia), THHK juga berhasil melahirkan sebuah istilah yang memiliki makna penting. THHK merupakan organisasi pertama yang memperkenalkan dan menyebar-luaskan penggunaan istilah Tionghoa (menurut dialek Hokkian) atau Chung Hua (menurut dialek Mandarin) untuk masyarakat Tionghoa di kawasan Hindia Belanda, menggantikan istilah “China”.

Istilah Tionghoa dipergunakan oleh para pejuang revolusi Tiongkok yang dipimpin oleh Sun Yat Sen. Pada waktu Sun Yat Sen mendeklarasikan pembentukan Republik Tiongkok pada tahun 1911, istilah “Tionghoa” resmi dipergunakan untuk bangsa dan bahasa Tionghoa. Keberhasilan revolusi Tiongkok yang didasari oleh nasionalisme Tionghoa ini, dikatakan oleh banyak sejarawan sebagai pendorong bangkitnya nasionalisme Indonesia di awal abad ke 20.

Oleh karena itu, para pejuang nasionalis Indonesia-pun segera menganut istilah “Tionghoa” sebagai istilah perjuangan. Bagi para pejuang nasionalis Indonesia, istilah “Tionghoa” memiliki makna yang sama dengan istilah “Indonesia” yang kemudian diterima sebagai istilah pemersatu perjuangan yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda pada tahun 1928.

Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa istilah “Tionghoa” digunakan oleh masyarakat Indonesia dan pemerintah RI, hingga pemerintah Orde Baru mengeluarkan kebijakan pada tahun 1966 untuk menggantinya dengan istilah “China”, sebuah istilah yang di Indonesia mengandung konotasi penghinaan terhadap golongan Tionghoa.

Pengaruh THHK dalam kalangan peranakan Tionghoa berangsur berkurang pada tahun 1930-an, karena program pendidikannya dianggap kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Tionghoa di zaman penjajahan. Pengaruh dan perannya boleh dikatakan hilang setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tahun 1945. Walaupun demikian, ia telah meninggalkan sebuah warisan sejarah, yaitu identitas ke-Tionghoaan Indonesia, yang oleh sebuah organisasi massa besar di zaman yang berbeda, dianggap sebagai bagian penting dari nasion Indonesia.

Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki)
Pada tahun 1954 organisasi yang dinamakan Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) didirikan oleh beberapa tokoh peranakan Tionghoa. Masalah yang dihadapi para tokoh Baperki yang dipimpin oleh Siauw Giok Tjhan pada masa itu bukan lagi identitas ke-Tionghoa-an. Yang mereka hadapi adalah diskriminasi rasial di berbagai bidang. Ini lalu membangkitkan perjuangan mempercepat Nation-Building dan menentang rasialisme.

Perbedaan fundamental antara Baperki dan THHK terletak pada program kerjanya. THHK, seperti banyak organisasi Tionghoa lainnya, menitikberatkan program pendidikan dan sosial. Sedangkan Baperki berkembang sebagai sebuah organisasi massa yang mengutamakan perjuangan politik dalam mencapai tujuan ekonomi, sosial, kebudayaan dan pendidikan.

Baperki menekankan bahwa dengan terbentuknya Republik Indonesia, terwujud pula secara resmi bangsa atau nasion Indonesia. Baperki mempertegas bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang beraneka ragam kebudayaan serta adat istiadat-nya. Bertolak dari semboyan Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi satu), Baperki mendorong diterimanya golongan yang ke-Tionghoaannya terwujud dan berkembang di Indonesia ini sebagai bagian yang tidak terpisah dari nasion Indonesia.

Para tokoh Baperki kemudian mengembangkan prinsip ini dengan paham integrasi. Mereka menganjurkan golongan Tionghoa untuk mengintegrasikan dirinya dalam semua tingkat kegiatan Indonesia, sehingga aspirasi rakyat Indonesia menjadi aspirasi golongan Tionghoa. Mereka mempertegas bahwa untuk ini, suku Tionghoa, sama halnya dengan para suku lainnya, tidak perlu menanggalkan ke-Tionghoaannya, baik dari segi biologis maupun kebudayaan. Persatuan, bagi mereka, tidak berarti semua golongan yang ada dipaksa untuk meleburkan dirinya ke dalam tubuh pihak mayoritas.

Dengan sendirinya mereka menentang paham asimilasi yang dikembangkan pada awal tahun 1960-an. Pihak yang melahirkan konsep asimilasi menghendaki golongan Tionghoa menanggalkan atau mencampakkan ciri-ciri ke-Tionghoaan sehingga di suatu saat, golongan Tionghoa “lenyap” dari permukaan bumi Indonesia.

Usaha membangun bangsa – Nation Building, menurut Baperki, harus dikaitkan dengan kewarganegaraan Indonesia. Kewarganegaraan Indonesia-lah yang memberi makna hukum keberadaan Nasion Indonesia. Bilamana pengertian ini dihayati, Baperki berargumentasi, diskriminasi rasial tidak akan bisa dilegitimasikan, karena setiap Warga Negara Indonesia tentunya memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kewarganegaraan Indonesia tidak mengenal asal usul keturunan, agama dan status sosial-nya.

Baperki juga berpendapat bahwa nasion Indonesia hanya bisa dikonsolidasi perwujudannya bilamana ia berkembang sebagai nasion yang makmur. Kemakmuran itu, menurut Baperki, hanya bisa dicapai bilamana Indonesia menempuh jalur sosialisme, di mana funds dan resources dikerahkan sepenuhnya untuk mempertinggi taraf hidup rakyat terbanyak.

Dalam konteks ini, Baperki mendesak pemerintah RI untuk mendukung setiap usaha pengembangan kegiatan dagang dan produksi domestik, tanpa mendiskriminasikan siapa pemilik modal domestik. Dengan sendirinya Baperki menentang setiap usaha sementara pemimpin pemerintah RI yang pada tahun 1950-an melakukan berbagai kebijakan yang menindas atau membatasi pengembangan modal milik pedagang-pedagang Tionghoa.

Situasi politik di masa hidup Baperki memang memungkinkan organisasi ini mengerahkan massa-nya untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Para pemimpinnya duduk di dalam badan-badan legislatif dan Yudikatif. Ketua umum- nya Siauw Giok Tjhan diketahui sangat dekat dengan para tokoh pemerintahan yang berpengaruh, sehingga banyak program Baperki pada zaman-zaman demokrasi parlementer (1954-1959) dan demokrasi terpimpin (1959-1965) masuk di dalam berbagai UU dan GBHN (garis Besar Haluan Negara).

Baperki belajar dari THHK. Kegiatan sosial harus dikaitkan dengan usaha dalam dunia pendidikan. Pada akhir tahun 1950-an, Baperki berhasil mendirikan dan menjalankan ratusan sekolah di berbagai kota besar. Usaha ini kemudian dilanjutkan dengan pendirian universitas di Jakarta, Surabaya, Semarang,Malang, Solo dan Medan.

Akan tetapi program pendidikan Baperki berbeda dengan apa yang dijalankan THHK. Kalau THHK banyak bersandar pada program pendidikan Tiongkok, Baperki menitik beratkan kurikulum nasional. Dan, Baperki mendorong pendidikan politik di sekolah-sekolahnya. Para siswa dan mahasiswa Baperki didorong untuk aktif berpartisipasi dalam kegiatan politik nasional untuk mempercepat proses Nation-Building.

Kegigihan Baperki dalam memperjuangkan proses Nation Building ini menyebabkan Presiden Soekarno berulangkali menyatakan bahwa Baperki adalah salah satu organisasi massa yang patut dijadikan teladan. Dan Baperki tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai organisasi massa Tionghoa yang paling berhasil dalam memobilisasi masyasrakat Tionghoa untuk menerima Indonesia sebagai tanah airnya.

Hancurnya kekuasaan Presiden Soekarno pada tahun 1966 diikuti dengan munculnya kekuatan baru, yang dipimpin oleh Jendral Soeharto, yang merajalela selama 32 tahun. Baperki-pun dibubarkan oleh kekuasaan Orde baru. Walaupun kekuasaan Orde Baru senantiasa mencanangkan slogan persatuan dan kesatuan bangsa, proses Nation Building yang dengan gigih diperjuangkan oleh Baperki secara sistimatis dihentikan. Bahkan perkataan Nation Building saja lenyap dari perbendaharaan kata politik.

Prospek di Masa Depan
Perkembangan politik belakangan ini cukup menyejukkan. Kehadiran GusDur didalam pemerintahan RI telah memungkinkan suku Tionghoa di Indonesia merayakan tahun baru Imlek -- tahun baru orang Tionghoa – secara terbuka untuk pertama kalinya dalam 32 tahun.

Perayaan-perayaan tahun baru Imlek pada bulan Februari 2000 di kota-kota besar Indonesia berjalan lancar. Untuk pertama kalinya dalam 32 tahun, masyarakat Indonesia bisa menikmati pertunjukan Liang Liong dan Barongsai secara besar-besaran. Yang mencolok, perayaan besar-besaran ini berlangsung tanpa kerusuhan, tanpa gangguan masyarakat. Yang lebih penting lagi, mereka jelas dinikmati oleh semua orang yang berpartisipasi, baik yang berasal dari suku Tionghoa maupun yang berasal dari berbagai suku lainnya.

Ini menunjukkan bahwa Rakyat Indonesia disamping memiliki toleransi terhadap berbagai perbedaan, juga menghargai adat istiadat serta kebiasaan yang dianut oleh suku-suku lainnya. Kelancaran perayaan-perayaan tersebut di atasjuga membuktikan bahwa benih-benih rasialisme yang melekat di dalam benak banyak orang – akibat kebijakan “divide and rule” penjajah Belanda --bisa dikesampingkan untuk mendemonstrasikan penghargaan terhadap berbagai perbedaan.

Ini juga membuktikan bahwa ledakan-ledakan rasialisme yang terjadi selama ini di”sulut” atau direkayasa oleh pihak-pihak yang menginginkan proses pembangunan bangsa – Nation Building – terhenti.

Memang sebaiknya kita tidak “menghidupkan” kembali perdebatan antara paham integrasi dan paham assimilasi. Yang penting adalah mengakui bahwa perbedaan di dalam tubuh bangsa Indonesia itu ada dan akan terus ada. Perbedaan tidak seharusnya dipaksa untuk lenyap, karena tindakan ini merupakan kelaliman yang patut dikutuk. Jalan keluarnya adalah memupuk keinginan untuk bahu membahu membangun Indonesia tanpa memusingkan latar belakang race, agama maupun aliran politik. Proses rekonsiliasi di bawah pimpinan GusDur, tampaknya berjalan, walaupun perlahan.

Perkembangan ini harus digunakan oleh para pejuang reformasi untuk “menggalakkan” dan mempercepat Nation Building sehingga bangsa Indonesia bisa kembali berkembang sebagai bangsa yang memiliki kekuatan dalam mengisi kemerdekaan dan mencapai kemakmuran yang diidam-idami.

Dipostingkan oleh indochinese@joymail.com, pada 25 Februari 2000

29 Juli 2007

Mari Belajar Swi-phoa (1)


Menguasai Matematika Tanpa Kalkulator



Wong Chin Na
wongchinna@hotmail.com,

UNTUK belajar Sipoa, atau swi-phoa, atau swan-phan, atau sempoa maka kita harus memegang alatnya, tidak bisa hanya dibayangkan saja. Sekarang di Indonesia ada swi-phoa sistem China, ada swi-phoa sistem Jepang. Yang akan saya bicarakan disini adalah swi-phoa sistem China. Kebetulan saya pernah mendalaminya sedikit.

Swi-phoa umumnya terdiri dari 13 atau 15 batang vertikal, di mana masing-masing batang terdiri dari 7 buah biji, 2 biji di bagian atas dan 5 biji di bagian bawah. Pada kayu pembagi horizontal, setiap 3 baris ada tanda, untuk memberikan tanda satuan, ribuan, jutaan, dst. Pada baris ketiga dari kanan biasanya ada tanda merah, untuk menunjukkan posisi satuan. Baris
pertama dan kedua untuk desimal (di belakang koma).

Untuk mudahnya, mulai baris ketiga dari kanan (tanda merah) ke arah kiri kita beri nomor urut 1, baris ke 4 = no.2, baris ke 5 = no.3, dan seterusnya. Baris kesatu dan kedua tidak usah diberi nomor.

Lima biji bawah nilainya = 1 biji di atasnya = 5 hitungan. Biji yang di bawah, berturut-turut dari no.1, 2, 3, 4, dst nilainya 1, 10, 100, 1.000 dst, Biji yang diatas nilainya 5, 50, 500, 5.000 dst. Lima biji bawah dapat dipertukarkan dengan 1 biji atas.

PENEMPATAN ANGKA.

Sekarang kita letakan di bagian bawah, mulai no.5 - 1 biji; no.4 - 2 biji; no.3 - 3 biji; no.2 - 4 biji dan no.1 - 5 biji.

Apa yang kita lihat di papan swi-phoa adalah angka 12.345 (dua belas ribu tiga ratus empat puluh lima). Untuk sementara desimal kita abaikan. Latihlah berulang kali sampai kita hafal cara menempatkan angka di papan swi-phoa. Tahap berikutnya kita coba untuk menempatkan angka 123.456.789 (seratus dua puluh tiga juta, empat ratus lima puluh enam ribu, tujuh ratus delapan puluh sembilan).

Letakan pada lajur no.9 s/d 5 berturut-turut : 1 biji; 2 biji; 3 biji; 4 biji; dan 5 biji. Semuanya biji yang ada di bagian bawah. Kemudian pada lajur no.4 letakan 1 biji di bagian atas + 1 biji di bagian bawah, nilainya = 6. Pada lajur no.3 letakan 1 biji di atas + 2 biji di bawah, nilainya = 7. Pada no.2 letakan 1 biji di atas + 3 biji di bawah, nilainya = 8. Pada no.1 letakan 1 biji di atas + 4 biji di bawah, nilainya = 9.

Apa yang tampak di papan swi-phoa adalah angka 123.456.789. Latihlah posisi ini berulang kali sampai kita hafal betul posisi angka-angka tsb dari satuan, puluhan, ratusan, dst. Ingat, posisi satuan, puluhan, ratusan, dan seterusnya sangatlah penting. Selanjutnya cobalah menempatkan angka di papan swi-phoa sekehendak hati anda sampai hafal betul, seperti anda menulis di kertas.


PENAMBAHAN.

Sekarang kita coba menjumlahkan : 123 + 234 = 357

Pertama tempatkan dahulu angka 123 seperti di atas. Kemudian tambahkan angka 234 pada posisi yang sesuai, langsung menambahkan biji-biji yang sudah ada di papan. Pada no.3 - 2 biji; no.2 - 3 biji dan no.1 - 4 biji. Maka di papan swi-phoa kita akan melihat angka 357.

Latihlah dengan angka-angka sendiri, cobalah ditulis dahulu di kertas. Untuk tahap pertama ambil angka-angka yang jika dijumlahkan tidak lebih dari 9. Setelah hafal cara ini, lanjutkan dengan angka-angka yang jika dijumlahkan lebih dari 9.

Sekarang kita coba menjumlahkan : 357 + 468 = 825.

Pertama tempatkan angka 357 seperti di atas. Kemudian tambahkan angka 468 pada posisi yang sesuai, sbb :

Untuk memasukan angka 4 (= 400).
Pada lajur no.3 tambahkan 4 biji, tapi biji yang ada di bawah hanya 2. Tambahkan 1 biji atas (5) dan membuang 1 biji bawah.

Untuk menambahkan angka 6 (= 60)
Pada lajur no.2 tambahkan 1 biji atas + 1 biji bawah, tapi biji bawah sudah habis. Tambahkan saja 2 biji atas (10) dan membuang 4 biji bawah. Sekarang di bagian atas ada 2 biji (10), nilainya sama dengan 1 biji bawah pada lajur no.3. Tukar 2 biji atas pada lajur 2 dengan 1 biji bawah pada lajur 3. Bisa juga dilakukan secara langsung dengan menambahkan 1 biji bawah pada lajur
no.3 dan membuang 4 biji bawah pada lajur no.2

Untuk menambahkan angka 8 (= 8)
Pada lajur no.1 tambahkan 1 biji atas + 3 biji bawah. Sekarang di bagian atas ada 2 biji (10), tukarkan dengan 1 biji bawah pada lajur no.2. Di bagian bawah ada 5 biji, tukarkan dengan 1 biji atas.

Apa yang nampak di papan swi-phoa adalah angka 825. Latihlah berulang kali sampai lancar. Lanjutkan dengan menjumlahkan ribuan, puluhan ribu, dst. sampai lancar benar. Selamat mencoba, semoga sukses !

Diposting pada 25 Februari 2000

Orang Tionghoa ada Dimana-mana


Tontowy Djauhari Hamzah
(hamzah@dnet.net.id)


BEBERAPA hari yang lalu saya kedatangan dua orang tamu. Keduanya wanita. Yang pertama bernama Elsye. Dari logatnya saya bisa menduga, Elsye berasal dari Jawa. Yang kedua, bernama Cucu. Dari logatnya, saya menduga ia berasal dari daerah sunda. Dari warna kulit dan matanya, saya menduga Elsye adalah pribumi Jawa. Sedangkan Cucu, berasal dari etnis Tionghoa. Dugaan saya memang tidak meleset.

Sejak semula saya sudah menduga, kedatangan mereka berdua pasti ada hubungannya dengan kegiatan keagamaan. Saya sudah sering menerima tamu seperti Elsye dan Cucu. Dan saya selalu dengan senang hati menerima kedatangan mereka. Ketika itu, setelah mempersilakan Elsye dan Cucu memasuki ruang tamu, saya langsung membuka pembicaraan, "…anda dari advent…?"

"Bukan, kami dari sekte Saksi Yehova…" jawab Cucu dengan santun.

Cucu hanyalah salah satu saja dari etnis Tionghoa yang pernah mengunjungi saya dalam rangka keagamaan. Sebelumnya, saya pernah kedatangan wanita seperti Cucu (etnis Tionghoa) dari sekte Advent, dan berbagai sekte lainnya. Saya senang berdiskusi dengan mereka. Isteri saya yang keheranan pernah bertanya, "…mengapa sih Abang sering kedatangan tamu seperti itu…?" Saya cuma tertawa kecil sambil menjawab, "…mungkin karena wajah Abang yang tidak Islami…" jawab saya sekenanya.

Dari situ saya berkesimpulan, bahwa etnis Tionghoa ada di mana-mana. Ada di setiap agama: Islam, Hindu, Budha, Konghucu, Katholik, Protestan, dan berbagai sekte Kristen lainnya. Bahkan yang agnostik dan atheis pun terwakili. Oleh karena itu, saya berpendapat, memahami etnis Tionghoa sama kompleksnya memahami ke-Bhineka-an yang inherent di dalam tubuh bangsa Indonesia.

Ada satu hal yang mengagumkan dari Cucu. Ternyata ia masih single. Gadis kelahiran Tasikmalaya pada tahun 1960 ini, menghabiskan sebagian besar waktunya untuk kegiatan keagamaan. "…Kami cuma sekedar menyampaikan kabar gembira, bukan memaksa orang untuk pindah agama…" kata Cucu ketika itu.

Cucu dan Elsye yang berkantor di jalan Tebet Barat IV-D no. 1-B itu, kemudian mohon pamit, setelah menuntaskan teh hangat yang dihidangkan isteri saya. Setelah lebih satu jam kami berbincang-bincang, saya memperoleh pengetahuan yang sangat berarti. Bahwa, sekte Saksi Yehova sebagaimana dijelaskan Cucu memang berbeda dengan sekte Protestan maupun Katholik yang pernah saya kenal.

Sebagaimana dijelaskan Cucu, sekte Saksi Yehova punya kesamaan dengan Islam, bahwa Yesus (atau Nabi Isa) itu hanyalah seorang utusan belaka, bukan Tuhan. Dan Tuhan punya nama, yaitu Yehova. Sekte ini juga mengakui Kitab Taurat. Ketika Elsye dan Cucu mulai menjauh, saya berdoa, semoga Cucu yang manis dan lembut itu segera mendapat jodoh. Tentu saja isteri saya tidak mendengar doa saya untuk Cucu, karena dilakukan dalam hati…

Diposting pada 20 Februari 2000

Wayang dan Barongsai

Dua Tradisi Simbolik ala Indonesia

Daniele Setiawan
(daniele@cabi.net.id)

WAYANG konon merupakan kesenian dari luar, yang dibawa masuk dengan semangat ajaran Hindu, kemudian menjadi bagian dari kesenian tradisional. Perkembangan selanjutnya, wayang yang telah menjadi kesenian tradisional kemudian dijadikan media untuk memasyarakatkan agama Islam, antara lain oleh para Walisongo, dan berhasil. Jadi, wayang sudah lebih dulu memasyarakat sebelum agama Islam itu sendiri memasyarakat.

Dan kenyataannya, tiga dari sembilan wali itu adalah etnis Tionghoa, bahkan bisa disebut hanya satu saja yang pribumi. Ini berarti sudah sejak awal etnis Tionghoa sudah berperanan di kawasan Nusantara ini, termasuk memasyarakatkan agama Islam.

Barongsai juga demikian. Sebagai kesenian dari luar, ia sebenarnya sudah diterima sebagai saudara sendiri. Misalnya, masyarakat Tangerang menyebut kesenian barongsai tersebut sebagai: "…kesenian dari daerah kami, karena memang dari dulu sudah ada…" Mereka tidak menyebutnya sebagai kesenian dari negeri China.

Tidak hanya barongsai yang sudah diterima, juga tradisi lainnya. Misalnya di kalangan komunitas Betawi, pada saat Cap Go Meh, pernah berlaku tradisi membeli ikan bandeng untuk dikirimkan ke rumah calon mertua. Dalam rangka mengambil hati calon mertua tentunya. Ada
keselarasan tradisi antara Cap Go Meh dengan musim merayu calon mertua. Untuk hal ini barangkali Pak Ridwan Saidi dapat menjelaskan lebih jelas lagi.

Dalam hal busana juga demikian. Ada kebaya encim. Ada kerah China untuk baju koko (atau baju takwa) yang dijadikan busana untuk bersembahyang bagi kalangan Islam. Ada kecap, ada bakso, ada tauco, ada bakpao, ada siomay, ada capcay, untuk makanan. Bahkan untuk obat-obatan, terdapat puluhan atau bahkan ratusan obat-obatan tradisional cina yang lebih
digemari masyarakat luas.

Bahkan untuk hal-hal yang tidak jelas kechinaannya, seperti Kungfu, tetap digemari oleh masyarakat luas, dan bahkan masyarakat tetap percaya bahwa kungfu itu identik dengan china. Padahal kungfu belum tentu ada di china. Ia baru populer setelah para produser film di Hongkong dan Hollywood mempopulerkan seni beladiri ini melalui movie, dengan tokohnya Bruce Lee.




Kesimpulannya, etnis Tionghoa sudah sejak awal ikut menyebarkan agama Islam, agama yang dipeluk oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Tradisi China tidak mengalami penolakan, bahkan terjadi keselarasan. Makanan, obat-obatan, dan busana Cina diterima dengan baik, bahkan untuk busana beribadah (sembahyang) sekalipun. Dan ini berarti telah terjadi
pembauran yang sempurna diantara masyarakat Tionghoa dan non Tionghoa di kawasan Nusantara ini.


Lalu mengapa masih ada masalah pembauran (atau asimilasi)? Lalu mengapa masih ada tindak kekerasan yang menyebabkan etnis Tionghoa sebagai korban utamanya? Mengapa hal itu tidak terjadi pada non pribumi keturunan India (Hindu) dan Arab serta Eropa? Mengapa orang-orang Jepang (sebagai orang asing) leluasa mengembangkan bisnisnya di Indonesia padahal mereka pernah menjajah Indonesia selama 3 tahun lebih?

Nampaknya, bukan pembauran atau asimilasi yang menjadi masalah, tetapi konflik diantara dua etnis, etnis Tionghoa pada satu sisi dan non Tionghoa pada sisi lainnya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa peristiwa Mei 1998 bisa terjadi, padahal pembauran berlangsung sempurna?

Masih pantaskah kita menyalahkan kolonialisme Belanda yang menerapkan politik divide et impera-nya sebagai penyebabnya? Atau, masih pantaskah kita menyalahkan orde baru yang menerapkan politik diskriminatifnya?

Atau untuk mudahnya, kita tuduh saja sejumlah nama (dan institusi) sebagai penyebab terjadinya konflik ini. Misalnya, Gus Dur, Megawati, Amien Rais, Adi Sasono, Habibie, Prabowo, Beni Murdani, Ahmad Suwargono, Theo Syafei, Ali Moertopo, CSIS, KISDI, ICMI, Glostand, Kompas, Republika, Sams, Dave, Mustafa, Iming, Jim, dan sebagainya. Lalu kita rangkai cerita tentang itu semua.

Cara yang mudah memang, tapi sama sekali tidak menyelesaikan masalah (konflik). Nampaknya yang kita butuhkan adalah kesabaran dan kearifan. Kesabaran dan kearifan dalam mengenali permasalahan. Juga, kesabaran dan kearifan dalam merumuskan jalan keluarnya. Gontok-gontokan dan saling tuding cuma merugikan etnis Tionghoa.

Oleh karena itu, saya menilai imbauan agar etnis Tionghoa mengerti politik adalah relevan dan sangat tepat. Bahkan imbauan itu sangat relevan dan tepat pula bila ditujukan kepada segenap bangsa, seperti guru, karyawan swasta, pegawai negeri, petani, nelayan, mahasiswa, pelajar, dan sebagainya, sehingga kita semua tidak dijadikan objek politik. Sehingga kita semua tidak dipinteri sepanjang waktu.


Diposting pada 20 Februari 2000

26 Juli 2007

Delapan Kado Terindah



ANEKA kado ini tidak dijual di toko. Anda bisa menghadiahkannya setiap saat, dan tak perlu membeli! Meski begitu, delapan macam kado ini adalah hadiah terindah dan tak ternilai bagi orang-orang yang Anda sayangi. Kado-kado ini dapat menjadi kado-kado yang berguna bagi kehidupan mikro (keluarga) dan makro (bernegara/bersosialisasi) kita. Semoga.

KEHADIRAN
Kehadiran orang yang dikasihi rasanya adalah kado yang tak ternilai harganya. Memang kita bisa juga hadir dihadapannya lewat surat, telepon, foto, faks atau e-mail. Namun dengan berada di sampingnya, Anda dan dia dapat berbagi perasaan, perhatian dan kasih sayang secara lebih utuh dan intensif. Dengan demikian, kualitas kehadiran juga penting. Jadikan kehadiran Anda sebagai pembawa kebahagiaan.

MENDENGAR
Sedikit orang yang mampu memberikan kado ini, sebab, kebanyakan orang lebih suka didengarkan, ketimbang mendengarkan. Sudah lama diketahui bahwa keharmonisan hubungan antar manusia amat ditentukan oleh kesediaan saling mendengarkan. Berikan kado ini untuknya. Dengan mencurahkan perhatian pada segala ucapannya, secara tak langsung kita juga telah menumbuhkan kesabaran dan kerendahan hati.

Untuk bisa mendengar dengan baik, pastikan Anda dalam keadaan betul-betul relaks dan bisa menangkap utuh apa yang disampaikan. Tatap wajahnya. Tidak perlu menyela, mengkritik, apalagi menghakimi. Biarkan ia menuntaskannya. Ini memudahkan Anda memberi tanggapan yang tepat setelah itu. Tidak harus berupa diskusi atau penilaian. Sekedar ucapan terima kasihpun akan terdengar manis baginya.

D I A M
Seperti kata-kata, di dalam diam juga ada kekuatan. Diam bisa dipakai untuk menghukum, mengusir, atau membingungkan orang. Tapi lebih dari segalanya, diam juga bisa menunjukkan kecintaan kita pada seseorang karena memberinya 'ruang'. Terlebih jika sehari-hari kita sudah terbiasa gemar menasihati, mengatur, mengkritik bahkan mengomeli.

KEBEBASAN
Mencintai seseorang bukan berarti memberi kita hak penuh untuk memiliki atau mengatur kehidupan orang bersangkutan. Bisakah kita mengaku mencintai seseorang jika kita selalu mengekangnya? Memberi kebebasan adalah salah satu perwujudan cinta. Makna kebebasan bukanlah, "Kau bebas berbuat semaumu." Lebih dalam dari itu, memberi kebebasan adalah
memberinya kepercayaan penuh untuk bertanggung jawab atas segala hal yang ia putuskan atau lakukan.

KEINDAHAN
Siapa tak bahagia, jika orang disayangi tiba-tiba tampil lebih ganteng atau cantik? Tampil indah dan rupawan juga merupakan kado lho! Bahkan tak salah jika Anda mengkadokannya setiap hari! Selain keindahan penampilan pribadi, Anda pun bisa menghadiahkan keindahan suasana di rumah. Vas dan bunga segar cantik di ruang keluarga atau meja makan yang tertata indah, misalnya.

TANGGAPAN POSITIF
Tanpa sadar, sering kita memberikan penilaian negatif terhadap pikiran, sikap atau tindakan orang yang kita sayangi. Seolah-olah tidak ada yang benar dari dirinya dan kebenaran mutlak hanya pada kita. Kali ini, coba hadiahkan tanggapan positif. Nyatakan dengan jelas dan tulus. Cobalah ingat, berapa kali dalam seminggu terakhir Anda mengucapkan terima kasih atas segala hal yang dilakukannya demi Anda. Ingat-ingat pula, pernahkah Anda memujinya. Kedua hal itu, ucapan terima kasih dan pujian (dan juga permintaan maaf), adalah kado cinta yang sering terlupakan.

KESEDIAAN MENGALAH
Tidak semua masalah layak menjadi bahan pertengkaran. Apalagi sampai menjadi cekcok yang hebat. Semestinya Anda pertimbangkan, apa iya sebuah hubungan cinta dikorbankan jadi berantakan hanya gara-gara persoalan itu? Bila Anda memikirkan hal ini, berarti Anda siap memberikan kado 'kesediaan mengalah'. Okelah, Anda mungkin kesal atau marah karena dia
terlambat datang memenuhi janji. Tapi kalau kejadiannya baru sekali itu, kenapa mesti jadi pemicu pertengkaran yang berlarut-larut? Kesediaan untuk mengalah juga dapat melunturkan sakit hati dan mengajak kita menyadaribahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini.

SENYUMAN
Percaya atau tidak, kekuatan senyuman amat luar biasa. Senyuman, terlebih yang diberikan dengan tulus, bisa menjadi pencair hubungan yang beku, pemberi semangat dalam keputus asaan, pencerah suasana muram, bahkan obat penenang jiwa yang resah. Senyuman juga merupakan isyarat untuk membuka diri dengan dunia sekeliling kita. Kapan terakhir kali
Anda menghadiahkan senyuman manis pada orang yang dikasihi?

Hilmy Wanamulya
hilmy.wanamulya@ap.mitsubishicorp.com


Diposting pada 15 Februari 2000

Kisah Yin dan Yang


DALAM timbunan buku-buku sejarah, muncul sebuah kisah yang tidak diketahui kapan pertama kali muncul dalam peradaban manusia. Kisah tentang dua orang bersahabat yang bernama Yin dan Yang. Mereka berdua adalah orang yang saleh, berjiwa besar, dan penuh cinta kasih. Mungkin suatu kebetulan bahwa nama mereka mengingatkan kita pada konsep Yin-Yang yang berlawanan itu, namun memang demikianlah, mereka (Yin dan Yang) selalu berlawanan.

Yin mempunyai keyakinan atau agama yang berbeda dengan Yang. Mereka secara teratur bertemu untuk mendiskusikan keyakinan mereka, dengan tujuan mencari sesuatu yang tak mereka ketahui namanya. Walaupun mereka saling menghormati dan mengajukan argumentasi dengan penuh adab, namun pada setiap akhir pertemuan, mereka tidak pernah merasa puas.

Segala cara dan metode diskusi yang diketahui telah mereka tempuh tapi tetap tidak menghasilkan apa-apa. Ketika nyaris frustasi, mereka mulai kehilangan kendali diri, dalam hati masing-masing mulai muncul rasa "lebih benar". Akhirnya tercetus kata-kata Yin : "Ah, seandainya engkau adalah aku, tentu akan bisa memahami apa yang ingin kusampaikan, dan diskusi ini akan dapat membawa kita lebih mengerti 'sesuatu' itu."

Yang : "Hei, aku juga berpikir begitu. Tapi bagaimana cara kita saling tukar diri kita?"

Karena memang mereka tidak dapat saling tukar diri, maka tak lama kemudian mereka menemukan pemecahan yang disetujui paling tepat. Diputuskan, Yin akan mempelajari agama/keyakinan Yang dan Yang akan mempelajari agama/keyakinan Yin. Dan karena mereka memang menginginkan hasil terbaik dan terbenar, maka mereka berikrar akan mempelajari dengan sepenuh hati, berusaha memahami dengan hati terbuka, tidak malah mencari-cari titik kelemahan yang akan digunakan untuk menyerang lawannya.

Diputuskan, setelah 40 tahun mereka akan bertemu lagi untuk "duel sampai titik darah penghabisan".

Akhirnya, 40 tahun kemudian, Yin dan Yang yang telah semakin tua, bertemu pada senja hari di tempat terakhir mereka bertemu dahulu. Mereka saling berpandangan, tak sepatah kata pun yang terucapkan. Sinar mata mereka penuh kasih yang menghanyutkan sukma, senyum mereka begitu halus dan tulus. Mereka saling memeluk. Resonansi getaran jiwa mereka pada angin yang membelai, pada daun-daun yang berbisik, pada seluruh relung ruang di jagad raya ini : "Saudaraku, kau selalu dalam aku, dan aku dalam engkau."

Sejak saat itu tak ada lagi diskusi, karena dalam pelukan itu mereka mengerti tanpa mengetahui dan mendapatkan tanpa mencari.

Diposting pada 14 Februari 2000

Empat Nasehat Liao Fan (27)


Saya baru saja berumur 40 tahun, bagaimana saya dapat berbuat begitu banyak kesalahan/kejahatan?
Hakim menjawab : "Bila timbul satu niat tidak baik, ini sudah termasuk kesalahan, bukan harus telah berbuat baru dianggap kesalahan. Sebagai contoh, bila Anda melihat seorang perempuan cakap lalu timbul niat tidak baik, ini telah dianggap sebagai kesalahan".

Jun Da lalu bertanya apa yang tercatat dalam catatan perbuatan baik tersebut yang bisa lebih berat dari catatan-catatan perbuatan buruk yang banyak tersebut. Hakim menjawab.....

Suatu ketika raja merencanakan membangun sebuah jembatan batu raksasa, Anda mengajukan usulan untuk tidak dilaksanakan rencana tersebut karena ini adalah sebagai proyek yang sangat berat dan akan menyengsarakan puluhan ribu rakyat yang dipekerjakan. Ini adalah salinan dari usulan Anda untuk raja.
Jun Da berkata : "Memang saya membuat usulan tersebut, tetapi usulan tersebut ditolak, bagaimana dapat bisa lebih berat dari kesalahan-kesalahan yang banyak itu?"

Hakim menjawab : "Walaupun raja tidak menerima usulan Anda, tetapi niat Anda yang baik ini untuk menyelamatkan penderitaan puluhan ribu rakyat adalah sangat besar. Bila raja menerima usulan Anda, kebajikannya akan jauh lebih besar lagi".

Oleh karena itu, bila seseorang berniat berbuat baik untuk manfaat semua orang, sebuah perbuatan baik yang kecil merupakan pahala yang tidak terhingga besarnya. Ini yang disebut kebajikan besar.

Bila seseorang hanya memikirkan keuntungan sendiri saja, maka walaupun dia banyak membuat hal-hal yang baik, tetapi pahalanya adalah sangat kecil. Ini adalah kebajikan kecil.

Apa yang dimaksud kebajikan sulit dan kebajikan mudah? Cendekiawan kuno selalu berkata....

Bila seseorang hendak melatih diri agar hidup disiplin diri dan berbuat baik, dia harus memulai dari perbuatan/kebiasaannya yang paling sulit diatasi, secara otomatis kebiasaan kecil tidak akan terulang lagi.

Fan Chr, adalah seorang murid Konghucu, suatu ketika bertanya kepada gurunya bagaimana seseorang dapat melatih diri agar berkeprikemanusiaan yang sangat dalam.....

Konghucu menjawab : "Mulai dari yang paling sulit dipraktekkan".

Yang dimaksud Konghucu "yang paling sulit" adalah menghapuskan pikiran ego, seseorang harus mempraktekkan untuk menaklukkan apa yang paling sulit untuk ditaklukkan. Kita dapat meniru perbuatan seorang guru tua yang bernama Tuan Su dari daerah Chiang Shi, dia memberikan uang senilai 2 tahun gajinya kepada sebuah keluarga miskin untuk membayar denda pemerintah, sehingga keluarga tersebut tidak terpecah, kalau tidak suaminya akan dipenjarakan dan tidak ada yang mencari nafkah.

Contoh lain adalah Tuan Jang dari daerah Herbei. Tuan Jang melihat seorang yang sangat miskin yang terpaksa mengadaikan istri dan anaknya karena tidak memiliki uang untuk membayar utangnya atau istri dan anaknya akan kehilangan nyawa.

Karena itu, Tuan Jang memberikan tabungan yang ditabungnya selama sepuluh tahun kepada orang miskin tersebut, sehingga keluarganya dapat berkumpul kembali.

Contoh seperti Tuan Su dan Tuan Jang adalah sangat sulit ditemukan, mereka memberikan apa yang paling sulit untuk diberikan, yang orang lain tidak mungkin korbankan, tetapi mereka memberikan dengan sukarela.

Contoh lain adalah Tuan Jin dari propinsi Chiangsu, dia sudah tua dan tidak mempunyai anak, tetangganya menawarkan putri bungsunya untuk dinikahkan dengan Tuan Jin agar mempunyai keturunan. Tetapi Tuan Jin tidak tega menghancurkan masa depan yang cerah dan panjang putri tetangganya serta menolak penawaran tersebut dan memulangkan putri tetangganya itu ke rumahnya kembali.

Ini adalah contoh lain dari dapat menaklukkan apa yang paling sulit untuk ditaklukkan oleh seseorang. Karena itu Yang Kuasa memberkati ketiga orang ini, keberuntungan yang luar biasa atas perbuatan istimewa mereka.

Adalah lebih mudah bagi orang yang berkuasa dan kaya untuk mengumpulkan kebajikan dibandingkan dengan orang yang miskin. Adalah sangat memalukan bila seseorang menolak untuk berbuat baik walaupun itu adalah hal yang sangat mudah baginya dan mempunyai banyak kesempatan. Adalah sangat sulit bagi orang yang miskin dan tidak berkuasa untuk membantu orang lain, tetapi dalam keadaan yang sulit ini, seseorang tetap berusaha untuk membantu orang lain, pahalanya adalah tidak terhingga.

Diposting oleh : Hengky Suryadi
Message #20107

Empat Nasehat Liao Fan (22)


Apa yang dimaksud dengan kebajikan tersembunyi (Yin) dan kebajikan terbuka (Yang)

Bila seseorang berbuat baik dan orang lain mengetahuinya, ini disebut
kebajikan Yang, bila orang berbuat baik dan tidak ada orang yang
mengetahuinya, ini yang disebut kebajikan Yin.

Kebajikan Yin pasti diketahui Langit/Tuhan dan sudah tentu akan diberi
berkah yang berlimpah-limpah, orang yang mempraktekkan kebajikan yang
diketahui orang hanya akan menikmati reputasi yang baik.

Reputasi adalah suatu rezeki, tetapi Yang Kuasa menganggap ini adalah suatu
pantangan dan tidak memberkahi orang yang mencari reputasi.

Kita dapat melihat, bahwa orang yang mempunyai reputasi tinggi, tetapi tidak
didukung oleh perbuatan kebajikan, lambat laun malah merupakan suatu
bencana, karena orang lain iri dan ingin mencelakakannya. Seorang yang
benar-benar tidak melakukan kesalahan dan selalu mau menerima fitnahan/caci
maki orang tanpa membalas atau membela diri untuk hal-hal yang tidak
dilakukannya, kelak keturunannya akan makmur mendadak dan berhasil.

Dengan ini, kita dapat melihat betapa pentingnya untuk mengerti
perbedaan-perbedaan kecil antara kebajikan Yin dan Yang, jangan sampai salah
menafsirkannya.

Dalam melaksanakan kebaikan, ada juga yang kadang kita anggap sebagai suatu
kebaikan, tetapi nyatanya tidak demikian, dan apa yang kita anggap tidak
baik, ternyata adalah baik. Ini adalah kebajikan benar dan salah.
Sebagai salah satu contoh, pada zaman Chun Chiu, ada sebuah kerajaan yang
bernama Lu, saat itu ada kerajaan lain yang memperbudakkan rakyat kerajaan
Lu. Pemerintah kerajaan Lu mengeluarkan peraturan bahwa barang siapa yang
menebus kebebasan rakyat kerajaan Lu yang diperbudak tersebut, akan mendapat
hadiah dari pemerintah. Saat itu, seorang murid Konghucu yang bernama Dz
Gong membayar uang tebusan membebaskan budak-budak tersebut, tetapi dia
tidak mau menerima hadiah yang diberikan pemerintah. Setelah Konghucu
mengetahui hal ini, Beliau sangat tidak senang dan berkata :"Dz Gong, anda
telah berbuat kesalahan".

Pandangan orang suci/bijak berbeda dengan orang awam, mereka melihat secara
keseluruhan pengaruh suatu tindakan terhadap masyarakat banyak, mereka mau
mengajarkan rakyat agar membangun suatu kebiasaan baik, suatu standard sikap
yang baik, suatu moralitas. Bukan melakukan suatu tindakan hanya karena
keinginan seseorang. Rakyat kerajaan Lu lebih banyak yang miskin, dengan
menolak hadiah pemerintah, tindakan Dz Gong tealh mempengaruhi pikiran
rakyat, bahwa menerima hadiah adalah tamak.

Sehingga bagi orang yang tidak mau dikatakan sebagai orang tamak atau
berbuat demikian karena hanya menginginkan hadiah pemerintah saja, akan
segan/tidak mau menebus budak-budak tersebut. Bila ini terjadi, kelak tidak
akan ada orang yang mau menebus budak-budak rakyat tersebut lagi. Sehingga
peraturan yang baik itu tidak berfungsi dan gagal.

Bila ingin memotivasi semua orang untuk berbuat baik, Dz Gong seharusnya
menerima hadiah pemerintah ini, bukan untuk keinginan dirinya, tetapi untuk
mempengaruhi masyarakat banyak, sehingga mereka juga termotivasi mau menebus
budak.

Oleh : Hengki Suryadi
Message #20026

Empat Nasehat Liao Fan (21)

Lalu mengapa ada orang yang berbuat baik, tetapi keluarga dan keturunannya
malah hidup menderita, di lain pihak, orang yang selalu banyak membuat
kejahatan mendapat kehidupan baik, mana hukum sebab akibatnya?
Apakah tidak ada standarnya dalam ajaran Buddha?

Guru Jung Feng berkata : "Manusia umumnya buta oleh kejadian sehari-hari,
mereka tidak membersihkan pikiran mereka dari hal-hal yang tidak baik dan
salah persepsi, karena itu perbuatan yang baik dianggap salah dan yang salah
dianggap betul, ini sudah umum pada zaman sekarang. Lagi pula, orang-orang
ini tidak menyalahi diri atas kesalahan persepsi ini, malah menyalahi Yang
Kuasa tidak adil atas nasibnya yang jelek ini!"

Murid kedua berkata : "yang baik adalah baik dan yang jelek adalah jelek,
bagaimana mereka dapat salah menafsir?" setelah mendengar ini, guru Jung
Feng meminta mereka masing-masing mengeluarkan pendapat masing-masing
tentang apa yang baik dan apa yang salah.

Murid ketiga berkata : "Memarahi dan memukul orang lain adalah salah,
menghormati orang lain adalah baik".
Guru menjawab : "Belum tentu".

Murid keempat berkata : "Tamak dan mengambil uang orang lain adalah salah,
mengalah adalah benar".
Guru menjawab : "Belum tentu".

Murid-murid lain semua mengatakan ini adalah benar, itu adalah salah, akan
tetapi guru selalu menjawab : "Belum tentu". Lalu murid-murid bertanya :
"Apa yang dianggap baik dan yang salah?"

Guru Jung Feng menjawab : "Berbuat sesuatu untuk kepentingan orang lain
adalah baik, untuk kepentingan diri sendiri adalah salah. Bila kita berbuat
sesuatu untuk kepentingan orang lain, tidak masalah bila kita memarahi atau
memukul orang tersebut, ini adalah tetap dianggap baik. Bila tujuan kita
adalah untuk kepentingan diri sendiri, tidak peduli bagaimana kita bersikap
mengalah atau sopan santun, tetap dianggap salah".

Karena itu, bila kita berbuat sesuatu hanya untuk kepentingan orang lain,
orang banyak, ini adalah kebajikan sejati. Bilamana berbuat sesuatu hanya
untuk kepentingan diri sendiri, ini adalah kebajikan palsu.

Bila kebajikan tersebut benar-benar bersumber dari hati nurani kita, ini
adalah kebajikan sejati, bila kita berbuat kebaikan hanya karena ini adalah
baik, maka dianggap kebajikan palsu. Sebagai tambahan, bila kita berbuat
kebaikan tanpa mengharapkan balasan, ini adalah kebajikan sejati, kita
berbuat baik untuk tujuan tertentu diri sendiri, ini adalah kebajikan palsu.
Orang yang ingin mempraktekkan kebajikan perlu merenungkan perbedaan ini.

Apa yang dimaksud kebajikan lurus dan miring. Kita sering menganggap orang
yang ramah adalah orang baik, tetapi orang bijak dan orang suci menganggap
orang yang berani berbuat dan bercita-cita tinggi adalah orang baik.

Ini karena orang berani berbuat dan bercita-cita tinggi mudah dididik dan
dibimbing dan mungkin kelak akan berhasil meraih cita-citanya dengan
cemerlang. Sedangkan orang yang terlalu hati-hati dan kaku tidak dapat
berbuat sesuatu yang cemerlang.

Untuk orang yang selalu bertindak kaku dan terlalu hati-hati, mungkin mereka
selalu disenangi semua orang, tetapi karena kepribadiannya yang lemah,
mereka sangat mudah terbawa arus, tidak dapat berbuat apa-apa. Orang suci
selalu berkata bahwa orang jenis ini adalah pencuri kebajikan. Dari sudut
pandang ini, kita dapat melihat bahwa pandangan orang suci adalah sangat
berbeda dengan orang awam.

Apa yang dianggap baik oleh orang awam, orang suci menganggap tidak baik,
apa yang dianggap tidak baik oleh orang awam, orang suci menganggapnya baik.

Langit, Bumi, Dewa/Dewi, Malaikat mempunyai pandangan yang sama dengan orang
suci. Orang baik diberi berkah, orang jahat dihukum. Apapun tanggapan orang
suci bahwa suatu hal ini baik, mereka juga beranggapan demikian, mereka
tidak menilai sesuatu dari segi pandangan orang awam. Karena itu, seseorang
yang ingin mengumpulkan kebajikan jangan tertipu dan terpengaruh oleh hanya
untuk memenuhi dan menyesuaikan pandangan dan kebiasaan-kebiasaan umum
manusia di masyarakat.
Sebaliknya, mereka harus melatih diri agar selalu jujur dan rendah hati,
tidak hanya ingin mencari nama atau menyenangkan orang dengan tujuan
mendapat simpati. Seseorang harus selalu berusaha mempertahankan kemurnian
hatinya jangan sampai terjadi penyimpangan.

Kebajikan lurus berasal dari keinginan yang selalu hendak menolong orang
lain. Kebajikan miring timbul atas kerakusan untuk menyenangkan orang lain
untuk mendapat simpati dan selalu berpura-pura. Memberikan kasih sayang
kepada orang lain adalah kebajikan lurus. Iri hati, kemarahan adalah
kebajikan miring. Kebajikan lurus adalah bila seseorang bersikap sopan,
kebajikan miring adalah bila seseorang bersikap tidak tulus.

Message #20021 of 57519

Empat Nasehat Liao Fan (20)


CONTOH nyata lain adalah seorang yang bernama Li Chi dari propinsi Jian Shu, ayahnya adalah seorang pegawai di pengadilan propinsi. Suatu ketika, ayah Li mengetahui bahwa ada seorang tawanan dihukum mati, dia berusaha memohon keringanan hukuman untuk tawanan ini.

Ketika tawanan ini mengetahui usaha ayah Li untuknya, dia berkata kepada istrinya : "Saya begitu berhutang budi kepada orang ini, tetapi saya tidak ada cara untuk membalasnya, maukah anda mengundangnya ke rumah dan menikahinya? Mungkin hal ini akan menyenangkannya dan kesempatan saya untuk hidup lebih besar lagi".

Istri tawanan tersebut menangis dan mendengarkan permintaan suaminya, dia tidak ingin melakukannya, tetapi hanya cara inilah dia dapat menolong suaminya pada saat ini. Karena itu, pada saat ayah Li datang berkunjung ke rumahnya pada hari berikutnya, dia menawarkan minuman arak dan menyampaikan keinginan suaminya.

Ayah Li menolak tawarannya untuk menikah, tetapi tetap berusaha keras menjernihkan kasus tersebut. Akhirnya tawanan tersebut dibebaskan, dia bersama istrinya datang ke rumah ayah Li untuk berterima kasih dan berkata : "Kebajikan yang seperti anda lakukan ini adalah sangat sulit ditemukan pada zaman ini, bagaimana saya membalas budi anda? Anda tidak mempunyai anak laki-laki, bagaimana kalau anda menikahi putri saya, hanya inilah cara saya membalas budi anda, terimalah!"

Ayah Li menerimanya dan segera pasangan ini melahirkan seorang anak laki-laki dan diberi nama Li Zhi. Li lulus ujian negara tingkat tinggi pada saat dia hanya berumur dua puluh tahun. Anak Li yang bernama Gao, cucu dari Lu dan cicitnya Da Wun semua lulus ujian negara level tinggi dan diangkat sebagai pejabat pemerintah.

Sepuluh contoh di atas semua menceritakan kebajikan yang berbeda dan dilakukan orang yang berbeda pula. Walaupun perbuatannya berbeda, tetapi tujuannya sama yaitu "berbuat baik". Bila kita lebih mendalam meneliti kebajikan, kita akan menemukan banyak perbedaan.

Ada kebajikan yang sejati dan palsu, kebajikan yang lurus dan kebajikan yang miring, kebajikan yang tersembunyi (Yin) dan kebajikan yang terbuka (Yang), yang benar dan salah, yang tegak atau yang condong, yang penuh atau setengah penuh, yang besar atau yang kecil, yang mudah dan yang sulit.

Perbedaan jenis-jenis kebajikan ini masing-masing mempunyai peraturannya tersendiri yang harus benar-benar dipelajari dan dimengerti. Jikalau tidak, kadang kala kita mengira telah berbuat kebaikan, tetapi sebaliknya kita malah berbuat kesalahan. Sekarang saya akan menjelaskan perbedaan jenis-jenis kebajikan tersebut satu persatu.

Apa yang disebut kebajikan sejati dan palsu? Pada zaman dinasti Yuan, sekumpulan pelajar mengunjungi guru besar Jung Feng di Gunung Tianmu, satu murid berkata : "Buddha selalu mengajarkan hukum karma, yang baik dan buruk adalah ibarat bayangan badan, akan mengikuti kemana saja kita pergi".

Ini menjelaskan bahwa perbuatan baik selalu mengundang keberuntungan dan berbuat jahat selalu mengundang bencana.

Imlek di Kawasan Glodok Jakarta



Pintu Naga Emas Terbuka, Pintu Toko Tertutup

Oleh : Syahran Rasuna

Berdasarkan penanggalan Tionghoa, setelah pukul 00.00 nanti malam, pintu gerbang Tahun Naga Emas telah terbuka. Dan gerbang Naga Emas ini akan tertutup pada pukul 00.00 setelah 3 Februari 2001. Itu berarti, sesuai dengan siklusnya yang hanya 60 tahun sekali, Tahun Naga Emas baru akan terjadi lagi pada tahun 2060. Masih lama sekali.

JIKA gerbang pintu Naga Emas dinihari nanti terbuka lebar, pintu-pintu toko di sebagian besar kawasan Glodok seperti Pinangsia, Pancoran, Mangga Dua, Sawah Besar, Gajahmada dan wilayah Pecinan lainnya, Sabtu besok justeru tutup. Pertokoan di kawasan ini baru buka normal kembali pada hari Senin. ''Kalau masih ada yang buka, paling-paling hanya setengah hari. Itu pun hanya melayani order dan bukan transanksi langsung yang bersifat umum,'' kata A Kiong, seorang pedagang di Gloria, Pancoran.

Kenapa mesti tutup? Jawabannya adalah perayaan Imlek. ''Biasa, seperti Anda yang Lebaran pada 1 Syawal. Imlek merupakan hari raya besar bagi kami,'' tutur Han, seorang pedagang lainnya di bilangan Petak Sembilan, masih di Pancoran. ''Buka toko pada hari raya Imlek bawa sial,'' tambah A Cun, pria Tionghoa berusia lanjut ketika saya temui di bilangan Pintu Kecil.

Menurut A Cun, Han dan juga A Kiong, mereka mengambil libur dua hari. Maksudnya, toko mereka baru buka hari Senin. Ketiga pria yang mengaku lahir dan besar di kawasan Jakarta Kota ini yakin, sebagian besar toko milik keturunan Tionghoa di wilayah Jakarta Kota ini akan tutup. Kalau toh buka, hanya separuh hari dan hanya untuk pelanggan-pelanggan tertentu yang pada hari sebelumnya tak sempat dilayani. Misalnya seperti pengepakan atau pengiriman barang. Apalagi, menurut A Cun, Imlek kali ini berbeda dengan Imlek-Imlek sebelumnya karena bertepatan dengan muncul Tahun Naga Emas. ''Ini tahun istimewa. Tahun yang hebat. Maka hal-hal yang diyakini bisa membawa sial, harus betul-betul dijauhi,'' tuturnya.

Berbicara tentang Tahun Naga Emas, banyak etnis Tionghoa yang percaya tahun ini merupakan tahun keberuntungan. Sebab menurut mereka, tahun 2000 merupakan Tahun Naga Logam. Naga Logam ini bersifat YANG (positif). ''Sebenarnya, Tahun Naga Emas, dulunya tidak dikenal. Astrologi Tionghoa lebih mengenal kata logam. Misalnya Tahun Naga Logam. Karena logam
dikonotasikan emas, maka kita lebih senang menyebut Naga Emas,'' urai seorang pengusaha yang meminta namanya tidak perlu disebut.

Sang Pengusaha ini tidak bisa menjelaskan, sejak kapan istilah Naga Emas populer dan sejak kapan Naga Logam tak lagi dipakai. ''Saya bukan ahlinya. Tapi begitulah cerita dari orang-orangtua kita. Emas adalah logam yang mulia. Perak atau tembaga juga logam. Tapi karena emas lebih mulia, kata itulah yang dipakai,'' ujarnya.

Bagi etnis Tionghoa khususnya dan pemerhati astrologi umumnya, Tahun ini menjadi sangat istimewa karena Naga dengan unsur dasar logam mulia (diidentikkan dengan emas), merupakan pengulangan siklus yang hanya terjadi dalam 60 tahun sekali. Siklus ini didasarkan pada kelipatan shio yang berjumlah 12. Dalam astrologi Tionghoa, seperti yang juga telah dikenal sebagian masyarakat penyuka ilmu perbintangan, ke 12 shio itu dilambangkan dengan ; Tikus, Kerbau, Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing dan Babi.

Perayaan Imlek yang kali ini nampaknya terasa lebih istimewa dibanding tahun-tahun lalu, sejauh pengamatan Standard, sebenarnya tidak hanya karena tahun 2000 ini merupakan Tahun Naga Emas. Tapi lebih karena aura politik yang terjadi di tanah air yang telah membuka pintu kebebasan dan persamaan hak. Terlebih bagi etnis Tionghoa, selama lebih dari 32 tahun
di zaman pemerintahan Soeharto, mereka terkungkung tak boleh ini tak boleh itu.


Sampai-sampai kesenian Barongsai yang seringkali juga dimainkan oleh warga pribumi, tidak dibolehkan unjuk kelincahan yang bertumpu pada nilai-nilai seni dan kebudayaan. Itu sebabnya, begitu pintu rezim orba tumbang dan digantikan oleh pemerintahan Gus Dur, kesenian barongsai tidak saja kembali menggeliat dan melompat-lompat. Tapi juga difestivalkan dengan kemeriahan yang meledak ledak.


Kembali pada hari raya Imlek dikaitkan dengan Tahun Naga Emas, banyak etnis Tionghoa yang percaya tahun 2000 ini menjadi awal kebangkitan dunia usaha. Hanya saja, iklim dunia usaha belum cukup kondusif untuk menyambut sang naga keberuntungan itu. Pasalnya, ini rangkuman dari berbagai percakapan dengan para pedagang di Glodok, persoalan politik dan keamanan menjadi kendala yang bisa jadi batu sandungan bagi sejumlah ''naga'' yang ingin datang ke Indonesia. ''Banyak naga (pengusaha dan modal asing) yang belum kembali atau naga yang ingin menanamkan ivestasi mereka terkendala oleh situasi politik dan keamanan yang tidak stabil,'' kata seorang pengusaha elektronik. Naga-naga yang dimaksud pengusaha ini tergolong naga emas alias para pengusaha besar.

Menurut kalangan pengusaha ini, berbagai kerusuhan yang masih terjadi, persoalan perbankan yang carut marut, politikus dan pengamat yang lebih suka berdebat di televisi dan media cetak, membuat para ''naga'' di luar (negeri) dan ''naga'' yang di dalam (negeri) berpikir keras untuk
kembali menanam investasi mereka.


Kalau saja iklim politik dan keamanan sangat kondusif untuk mendukung dunia usaha, kalangan pengusaha ini yakin Tahun Naga Emas benar-benar menjadi tahun keberuntungan. ''Krisis moneter hanya salah satu sebab hancurnya perekonomian, sebab-sebab yang lain lebih dominan,'' kata pria yang mengaku sudah mulai bisa melupakan kasus kerusuhan 12 Mei tahun 1998 dan sejak beberapa bulan ini mulai kembali menata bisnisnya di Glodok dan Mangga Dua.

Tepat pukul 00.00 setelah 4 Februari (masuk 5 Februari) nanti malam, pintu Naga Emas terkuak dan Imlek pun dirayakan dengan suka cita oleh seluruh warga keturunan Tionghoa. Persoalan umum yang tersisa adalah : apakah Naga Emas benar-benar membawa keberuntungan, walahu'alam.

Yang pasti, besok bakal banyak toko di kawasan Jakarta Kota yang tutup dan mudahan Senin lusa buka kembali dan Naga Emas masuk dengan benar-benar membawa keberuntungan bagi semua orang !

Dimuat di Harian Umum Glodok Standard, Jakarta edisi 4 Februari 2000

Diposting ke milis tionghoa-net 5 Pebruari 2000.

25 Juli 2007

Sejarah dan Tradisi Perayaan Imlek

Dirayakan Sejak Kaisar Chin Che Huang

Dewa
dewa@zxmail.com

PERAYAAN tahun baru penanggalan Imlek hanya tinggal sepuluh hari lagi, memasuki tanggal 1 bulan 1 tahun 2551 imlek. Warga Tionghoa akan merayakan kedatangan tahun baru kali ini dengan Shio Naga. Di pasar-pasar sudah mulai terlihat aksesoris, yang menjadi ciri khas perayaan tahun baru Imlek tersebut, seperti kartu tahunbaru, lampion, mercon, kue keranjang bulat, jeruk bali, bunga bue imitasi dan berbagai aksessoris lainnya.

Dari kitab-kitab tua berbahasa mandarin, bahwa perayaan tahun baru Imlek bukanlah tradisi sekarang, akan tetapi sudah diwariskan ratusan tahun yang lalu. Dan perayaan itu awalnya dimulai dari daratan Tiongkok, seperti yang ditulis DR Kai Kuok Liang, dalam bukunya berjudul: Festival Tradisi Budaya Tionghoa.

"Memang banyak versi yang menceritakan awal tradisi perayaan tahun baru Imlek, sesuai dengan daerah asalnya, namun yang lebih populer yakni dimulai pada masa Kaisar Chin Che Huang (246-210 BC)," ujar tokoh Tionghoa Pontianak, Lie Sau Fat (XF Asali) pada kemarin di harian lokal yang sempat saya kutip.

Dijelaskan Asali, tahun baru Imlek dirayakan di daratan Tiongkok sudah sejak ribuan tahun yang lalu, bahkan ada versi lain yang menyebutkan sebelum Kaisar Chin Che Huang pun sudah dirayakan, hanya masih belum merata di masyarakat, antara lain pada masa Huang Ti Yu (2698 BC). Hanya pada masa Kaisar Chin Che Huang, sudah merata di masyarakat Tiongkok, dengan semangat persatuan dan kesatuan.

Dan pada masa revolusi Xin-Hai, tanggal 10 Oktober 1911 yang dicetuskan oleh DR Sun Yat Sen, yang terkenal dengan ideologinya San Min Cu I (three principles of the people) yang mengubah perayaan tahun baru imlek menjadi Festival Musim Semi (Kuo Chun Ciek). Bahkan, festival ini resmi ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari besar nasional, yang akan dirayakan setiap tahun. Dan tahun baru imlek dirayakan secara resmi mengikuti tahun baru masehi.

Walaupun sudah dirubah namanya sejak tahun 1911, lantaran perayaan tahun baru Imlek sudah memasyarakat, sudah membudaya ribuan tahun di masyarakat, yang dirayakan turun temurun, sehingga perayaan tahun baru Imlek tetap dilangsungkan. Sementara perayaan tahun baru masehi, tidak semeriah tahun baru Imlek disaat itu.

Dan sampai sekarang pun, perayaan tahun baru Imlek tersebut masih meriah dilaksanakan, termasuk di kalangan masyarakat Tionghoa di daerah ini. Yang saat sekarang sudah mulai terasa persiapan-persiapan perayaan tahun baru Imlek. Kartu-kartu ucapan selamat dengan berbagai model sudah dipajang di toko-toko, termasuk aksesoris lainnya. Hanya untuk buah jeruk bali, masih belum terasa lonjakan perdagangannya, kecuali sepekan menjelang perayaan imlek.

Pergantian tahun kali ini, yang akan memasuki tahun sio naga (emas), sudah bermunculan buku-buku tafsiran peruntungan dalam tahun naga tersebut. Memang, ada beberapa sio di tahun ini yang harus waspada dengan peruntungan yang tidak baik atau tidak menyenangkan. Dan ada juga yang bergembira dengan kedatangan tahun baru ini.

MERCON MENGUSIR NIAN SHOW
Zaman dahulu setiap akhir tahun, menjelang pergantian tahun tahun baru, akan muncul sejenis binatang buas yang namanya "Nian Show" yang siap memangsa apa saja yang dijumpainya. Bintang ini muncul setahun sekali, persis di akhir tahun, menjelang awal tahun baru Imlek.

Nian Show bermakna (nian) tahun (show) binatang. Dan dalam penanggalan Imlek dilambangkan dengan dua belas jenis binatang, yakni dikenal dengan shio-shio Naga, Ular, Kuda, Kambing, Monyet, Ayam, Anjing, Babi, Tikus, Kerbau, Macan dan Kelinci.

Kembali pada kisah Nian Show yang ditakuti oleh orang-orang zaman dahulu, maka ada sebuah tradisi dalam lingkungan keluarga Tionghoa, yakni menjaga keselamatan keluarga dari ancaman Nian Show. Dimana, pada saat itu, semua pintu dan jendela harus ditutup rapat, sambil menantikan hari maut itu berlalu.

Sehingga banyak warga yang cemas jika menunggu detik-detik akan memasuki tahun baru Imlek, dikhawatirkan Nian Show datang. Pergantian tahun ini juga menjadikan seluruh keluarga berkumpul di rumah, mereka membuat acara di lingkungan keluarga mereka masing-masing. Namun, kedatangan Nian Show ternyata terhenti, selang beberapa tahun tidak pernah datang lagi. Hal ini membuat rasa takut dan cemas di masyarakat menjadi hilang Masyarakat menjadi leluasa dan bebas merayakan pergantian tahun Imlek dengan bergembira, anak-anak pesta kembang api, dan berbagai ungkapan rasa kegembiraan itu diwujudkan.

Dari tahun ke tahun, Nian Show yang dipercayai menakutkan itu, terkikis dan rakyat pun lega, sampai-sampai tidak ingat lagi dengan budaya menutup pintu dan jendela pada akhir tahun. Bahkan, banyak warga yang pesta maupun mengadakan acara menyambut pergantian tahun yang mereka nantikan itu. Dalam pikiran mereka tidak ada lagi Nian Show.

Memang, Nian Show tidak pernah muncul lagi bahkan sudah hilang rasa takut tersebut. Padahal, jika Nian Show datang, warga tidak tahu dengan kedatangannya tersebut. Dan ia juga tidak dapat diduga. Setelah terlupakan, ternyata Nian Show pernah muncul sekali, dalam suatu perayaan Imlek. "Nian Show mendadak muncul kembali, binatang buas itu dengan serta merta menyerang dan memangsa semua makhluk yang ditemuinya," jelas XF Asali yang baru-baru ini menyampaikan kisah Imlek tersebut.

Tentu saja kedatangan Nian Show yang secara tiba-tiba itu membuat warga panik dan terkejut. Tak disangka-sangka, ternyata Nian Show yang dikira sudah tidak ada lagi, muncul kembali. Kecuali ada beberapa rumah yang terhindar, karena kebetulan rumah tersebut ada pesta, yang di depan pintunya digantung kain merah, dinding ditempel kertas merah Suang-shi, anggota rumah tersebut berpakaian merah.

Konon, Nian Show itu tidak memangsa mereka yang berpakaian merah tersebut. Bahkan, ada beberapa orang warga yang sedang bermain mercon, terhindar dari mangsa Nian Show, karena mendengar bunyi petasan. Dengan adanya kejadian tersebut, maka dapat disimpulkan Nian Show takut kepada yang berwarna merah dan bunyi petasan. Sejak itu, demi keselamatan bersama, pada setiap akhir tahun dan menyambut tahun baru, digantung kain merah di depan rumah, digantung lampion merah, di dinding ditempel keratas merah, disertai tulisan dan kalimat puisi yang indah. Demikian juga bunyi petasan-petasan, dimaksud untuk mengusir nian show.

Kabarnya, sekarang ini nian show memang tidak datang, tapi ia tidak menjelma dalam bentuk binatang, tapi dalam bentuk hawa jahat. Karena itu, setiap orang harus dapat menolak hawa jahat tersebut, dengan melakukan sembahyang serta memasang penangkal berupa kain merah, memasang mercun dan berpakaian merah.

KUE KERANJANG SEBAGAI MAKANAN IMLEK
Tradisi perayaan tahun baru Imlek juga tampak dari hidangan kue yang disajikan. Salah satu ciri khas kue yang cukup populer dimasa perayaan tahun baru Imlek ini yakni kue keranjang bulat. “Keberadaan kue keranjang bulat ini bukan sekadar tradisi begitu saja, akan tetapi ada kisah yang melatar belakangi, mengapa sampai perayaan Imlek itu menghidangkan kue keranjang?” tutur tokoh Tionghoa, XF Asali (Lie Sau Fat) yang saya jumpai beberapa waktu lalu.

Dijelaskan, dalam kepercayaan zaman dahulu, rakyat Tiongkok percaya bahwa anglo (tempat masak) dalam dapur di setiap rumah ada dewa-nya yang dikirim oleh Yik Huang Shang Ti (Raja Surga). Dewa itu juga sering dikenal dengan sebutan Dewa Tungku, yang ditugaskan untuk mengawasi segala tindak tanduk dari setiap rumah dalam menyediakan masakan setiap hari.

Maka setiap akhir tahun tanggal 24 bulan 12 Imlek (atau h-6 tahun baru), Dewa Tungku akan pulang ke surga serta melaporkan tugasnya kepada Raja Surga. Maka untuk menghindarkan hal-hal yang tidak menyenangkan bagi rakyat, timbullah gagasan untuk memberikan hidangan yang menyenangkan atau hal-hal yang dapat membuat Dewa Tungku tidak murka. Sehingga nantinya, jika ia laporan ke Raja Surga, menyampaikan laporan yang baik-baik dari rakyat yang diawasinya.

Bagaimana caranya supaya Dewa Tungku tidak murka, yang menyampaikan laporan baik-baik saja pada Raja Surga? Akhirnya, warga pun mencari bentuk sajian yang manis, yakni kue yang disajikan dalam keranjang. Maka disebutlah kue keranjang, yang sudah mentradisi setiap tahun disajikan untuk merayakan tahun baru Imlek.

Dalam menyajikan kue untuk Dewa Tungku, kue keranjang yang manis tersebut, juga ditentukan bentuknya yakni harus bulat. Hal ini bermakna, keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat berkumpul (minimal) satu tahun sekali, serta tetap menjadi keluarga yang bersatu, rukun, bulat tekad dalam menghadapi tahun baru yang akan datang. Tradisi ini pun dibawa terus secara turun temurun, sampai sekarang ini.

Kini, kue keranjang tersebut sudah mulai banyak di pasar, dengan ukuran yang kecil sampai yang besar. Dalam kepercayaan, kue tersebut juga disajikan di depan altar, atau di dekat tempat sembahyang di rumah. Semua ini, disajikan dalam rangka menyambut tahun baru Imlek, yang sekarang ini hanya tinggal beberapa hari lagi. Maka sudah seharusnya, kue keranjang tersebut sudah disajikan, agar Dewa Tungku tidak murka.

Ternyata tradisi kue keranjang ini juga tidak hanya oleh warga Tionghoa merayakan Imlek, hari raya Idul Fitri pun ada umat Islam yang menyuguhkan kue keranjang, yang sudah memasyarakat itu. Artinya, kue tersebut sudah menjadi milik masyarakat luas, yang sudah tidak asing lagi. Bentuk-bentuknya juga bermacam-macam, dari yang kecil sampai yang besar, namun rasanya yang khas, menjadikan kue keranjang diminati oleh banyak orang. Tak hanya itu, kue keranjang juga dikenal cukup awet dan tahan beberapa hari. Sehingga, dapat disajikan kapan saja. Bahkan, setelah Imlek pun juga masih dapat disajikan.

Diposting pada 28 Januari 2000

Makna dan Legenda Barongsai

Tercipta akibat Akulturasi Budaya

Oleh : Suganda Satyaguna *)

PERTUNJUKAN tari Singa atau Barongsai yang kian marak merupakan khas budaya etnis Tionghoa. Tak dapat dipungkiri bahwa kesenian Barongsai ini sangat banyak disukai dan mampu menarik perhatian penonton. Pada masa kampanye Pemilu'99 yang baru lalu banyak partai-partai politik menggunakan Barongsai sebagai daya tarik kampanye.

Kesenian ini jelas berasal dari negeri Tiongkok yang kemudian dibawa ke berbagai pelosok dunia olep para imigran Tionghoa, termasuk ke Nusantara pada masa yang lampau. Namun sayang sekali informasi mengenai asal-usul, makna, maupun legenda mengenai kesenian Barongsai ini sangat minim, sehingga timbul berbagai penafsiran atau kesimpang-siuran.

Berbicara mengenai kesenian Barongsai tentu tak lepas dari kata kesenian yang merupakan bagian dari kebudayaan. Namun sebelum melangkah lebih lanjut, perlu kiranya kita memahami definisi kebudayaan itu sendiri. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diolah dalam pikiran, diwujudkan dalam perilaku benda yang dihasilkan.

Jadi Barongsai merupakan cermin dari pola pikir orang Tionghoa yang terwujud dalam pertunjukan kesenian Barongsai. Namun bagaimana sesungguhnya pola pikir orang Tionghoa itu?

Menurut Wu Chenxu, Guo Licheng dan Ye Deming dalam bukunya Zhongguo de Fengsu Xiguan (Taipei 1977) menyatakan bahwa bangsa Tionghoa adalah bangsa yang mengutamakan kebersamaan dan tidak bersifat individualis.

Seorang bijak pada masa Tiongkok kuno mengatakan bahwa bila ingin hiburan, maka bersenang-senanglah tetapi usahakanlah agar jangan sendirian, tetapi bersama-sama orang lain. Bermain Barongsai jelas merupakan suatu hiburan, tetapi tak mungkin dilakukan sendirian. Permainannya juga dilakukan bersama-sama dan butuh kerja sama yang baik.

Bila ada seorang pemain yang kurang bisa mengimbangi akan mempengaruhi gerakan orang lain. Jadi Barongsai memadukan kebersamaan antar pemain dan juga hiburan bagi semua orang Tionghoa dan kaum keturunannya di seluruh dunia. Barongsai sendiri berasal dari kata Barong dan Sai.

Secara umum mungkin kita dapat menduga bahwa terdapat hubungan antara kata Barong yang ada di pulau Bali. Keduanya mempunyai perwujudan dan kemiripan. Kesimpulannya bahwa Barong berasal dari bahasa Indonesia dan kata Sai dalam bahasa Tionghoa dialek Fujian (Hokkian) berarti Singa.

Terlihat jelas bahwa telah terjadi akulturasi Budaya dibidang bahasa yaitu bahasa Indonesia dan Tionghoa dalam dialek suku Hokkian. Ini dapat dimengerti karena bangsa Tionghoa yang datang ke Indonesia sekitar abad 16 adalah dari suku Hokkian. (Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Djambatan, Jakarta 1970). Sedangkan sejak kapan, dimana,
dan bagaimana kata Barongsai ini mulai digunakan, masih perlu diteliti oleh pakar Antropologi Budaya.

Dalam bahasa Tionghoa Nasional atau Guoyu atau Mandarin, Barongsai disebut Shi Wu (tari Singa). Legenda Barongsai juga terdiri dari beberapa versi. Pertunjukan aliran apapun dari Barongsai senantiasa menampilkan adegan Barongsai mengejar bola warna merah.

Penampilan pertunjukan Barongsai biasanya dilakukan pada akhir penutupan tahun baru Imlek, yaitu tanggal 15 dan 1 menurut penanggalan Tionghoa tradisional penanggalan candra sangkala. Di klenteng-klenteng, kuil, maupun vihara dikunjungi umatnya berpuja bakti dan merayakan festival Cap Go Meh.

Pada festival ini ditampilkan berbagai pertunjukan kesenian dan salah satunya kesenian Barongsai. Semarak bunya petasan juga menambah meriah suasana. Atraksi Barongsai di tengah suasana Cap Go Meh sangat meriah dibandingkan saat suasana lain. Atraksi Barongsai keliling desa biasanya diiringi dengan keahlian para pemain. Di hampir setiap pintu rumah, Barongsai datang memberi hormat dan tuan rumah menyambutnya. Biasanya tuan rumah sering memberi ang pau (amplop merah berisi uang) sebagai tanda terima kasih atas kunjungannya.

Barongsai juga merupakan makhluk Adi Kodrati yang dapat memberi kemakmuran dan kebahagiaan. Namun seiring perkembangan zaman yang begitu pesat, atrasi Barongsai banyak yang dimodifikasi. ***

Diposting pada 1 Februari 2000

Suganda Satyaguna, dosen Fakultas Sastra Universitas Dharma Persada
Jakarta

24 Juli 2007

Asal Muasal Barongsai

Bermula dari Keresahan Kaum Petani

Suwinto Johan
suwinto@centrin.net.id


SAYA ingin membagi sedikit mengenai asal muasal daripada kebudayaan ataupun cerita klasik China, seperti kisah-kisah mengenai Long De Xuan Ren. Di Indonesia kita mengenal atraksi barongsai, sesungguhnya darimanakah asal muasalnya Barangsai itu.

Di jaman sebelum Masehi, dimana ada sebuah Desa kecil di tengah pengunungan di daerah China. Terdapat penduduk yang sehari-hari bekerja sebagai petani. Akan tetapi sangat disayangkan, hampir setiap musim dingin, ada binatang yang selalu datang menganggu petani. Dari merusak tanaman hingga memakan manusia. Binatang tersebut dikenal dengan sebutan Niang.

Dan di awal musim dingin ini, setiap keluarga berkumpul untuk makan malam bersama yang disebut dengan Hui Lou, yaitu makan masakan yang berkuah dengan api di tengah atau yang sekarang lebih kita kenal dari Jepang dengan Shabu-shabu. Peristiwa inilah yang sering dilakukan oleh keluarga-keluarga China yang mengharuskan anaknya untuk pulang makan di malam sebelum Imlek. Tujuan dari ini adalah untuk menakutkan-nakutkan Niang, disamping berkumpul bersama untuk saling melindungi.

Tahun lewat tahun, hingga para petani menemukan ide untuk membuat binatang tandingan yang palsu untuk menakutkan Niang. Hingga terbentuknya binatang Liong dan Sir Ce (Singa). Dimana setiap menjelang musim dingin, penduduk setempat memainkan kedua binatang tersebut dengan bola api yang menjadi sasaran dikejar. Agar Niang melihatnya dan takut.

Hingga akhirnya, konon, Niang tidak datang lagi ke desa-desa dan peristiwa ini menjadi turun temurun hingga hari ini. Dan kita menyembutnya sebagai kou Niang, yakni Niang yang lewat. Niang dijadikan sebagai salah ucapan vokal ketika dijadikan tulisan dan menjadi hitungan tahun dengan melewai musim dingin. Perayaaan para petani itulah yang akhirnya menjelma menjadi atraksi barongsai yang kita kenal saat ini.
Diposting pada 10 Januari 2000

Renungan Millenium

Selamat Tahun Baru 2000

Grifa Libran
(winale@qatar.net.qa)

MAJALAH TIME edisi 27 Desember tahun lalu pada satu kolom kecil menulis hasil survey pembaca mengenai nama/sebutan apa yang cocok untuk menyebut tahun 2000 sekarang. Hasilnya ialah seperti berikut ini:

The O-zies
M2
The Twenty Hundreds
The Naughties
The Milles
The Oh-Ohs

dan banyak lagi lainnya sebutan untuk dekade 2000 hingga 2009 yang tidak disebutkan.
Karena angka 2000 demikian simpel dan kelihatan harmonis struktur susunan urutan angkanya, banyak orang berasumsi pastilah tahun ini memiliki keistimewaan.

Setidaknya siapa saja yang melihat angka ini akan senang meski tidak tahu mengapa hingga bisa timbul rasa senang. Makanya karena dorongan faktor psikologis ini orang banyak latah untuk turut antusias dan kadang demikian histeris cara mereka menyambutnya. Ungkapan perasaan gembira yang rada aneh dibanding kemungkinan saat menghadapi kelahiran seorang bayi idaman.

Karena latah itu, kali ini juga saya sempat mengucapkan pada beberapa handai taulan dan rekan akan harapan kegembiraan di tahun The O-zies ini. Tidak pada semua rekan dan sahabat sempat saya kirimi ucapan dan bahkan saudara kandung sendiri tidak. Sebaliknya setelah mengirim kata selamat ber-Y2K saya kok malah timbul penyesalan.

Ada semacam kesadaran bahwa pengucapan selamat itu sebetulnya tidak untuk suatu alasan apapun, sesuatu hal yang sejak lama sebetulnya saya sadari dan makanya saya lebih sering dalam pergantian tahun tidak ambil pusing dengan makna-makna tahun baru.

Kalau kita mengucapkan (mendoakan) selamat pada seseorang atas peristiwa tertentu (mis: kelahiran bayi, menikah, dapat promosi, lebaran ataupun natal) itu kita tahu karena pada hari itu kita berharap orang bisa berbahagia dan sejahtera karena moment yang dihadapi (bahagia karena mendapat bayi, bebahagia karena menikah, berbahgia karena dapat promosi jabatan, dan seterusnya).

Demikian juga kelogisan kita menyebut "Selamat Lebaran" atau "Merry Christmas" sebab kita menginginkan kebahagiaan dan kegembiraan di hari Lebaran setelah usai menjalani ibadaah ramadan atau karena di hari peringatan Natal kita berharap nuansa yang ada membawa berkah sehingga kita bahagia karenanya.

Tapi tahun baru? Ada yang aneh kalau pada setiap pergantian bilangan tahun baru timbul kesadaran untuk berkaca diri dan oleh karena itu mengharap hidup ini menjadi lebih baik sehingga pada setiap orang kita merucap : 'Met tahun baru! Tahun baru itu tidak ada istimewanya sebetulnya, ia cuma sebatas angka dan perjalanan waktu. Segala sesuatu yang ada di antaranya pada hakekatnya sama.

Sehari 24 jam dan dalam satu jam itu sama banyaknya dengan 60 menit di mana keadaan ini sudah berlangsung sebelumnya berulang-ulang. Bilamana ingin berhadapan dengan kondisi baik dan bahagia dalam hidup, mengapa tahun baru menjadi indikator garis startnya? Tidakkah sebenarnya pada setiap tarikan nafas manusia membutuhkan keadaan sejahtera dan batin?

Lagipula tidakkah setiap tanggal atau bilangan berapapun sesungguhnya tanggal dan bilangan tahun itu tidak dan sama sekali bukan kunci, apalagi penentu kesuksesan hidup manusia? Selamat Tahun Baru adalah kalimat yang tidak jelas apa dan sampai di mana maksud yang tersimpan. Apakah itu bermaksud Selamat bergembira di tahun baru? atau apakah makna
yang terkandung Semoga selamat karena tahun baru telah tiba? (malah lebih aneh lagi arti kalimat ini) atau pun barangkali berarti 'Berikan selamat pada tahun yang baru?'

Ketiga maksud yang bisa mungkin dari kalimat 'Selamat Tahun Baru' di atas dapat berakhir pada pengertian yang serba tidak relevan dan realistik dilihat dari harapan dan karakter manusia itu sendiri. Bahwa hidup sejahtera dan bahagia itu tidak mesti diharap setelah terjadinya pergantian angka tahun.

Kita butuh sehari2 penuh bahagia. Sama sekali tak ada hubungannya apa yang menjadi harapan dengan bergantinya sang waktu, dengan kata lain nasib baik dan buruk itu bukan ditentukan waktu. Apakah keselamatan itu kita harapkan hanya karena tahun yang baru telah tiba? Atau kita memberi selamat pada tahun yang juga sudah berganti? Apakah tahun bisa mendengar
apa yang kita bilang? Memangnya makhluk apakah tahun itu?

Diposting pada 1 Januari 2000

Akar Masalah Sentimen Anti China (5-habis)

Hipotesis Akar Masalah Sentimen Anti China

Oleh : DR.Wong Chin Na, SE,Ak,MBA

Kami menyebutnya Hipotesis, yang maknanya kesimpulan sementara. Karena kesimpulan akhir harus didukung oleh data hasil penelitian di lapangan, sedangkan penelitian seperti ini hampir mustahil dilakukan di Indonesia saat ini.

1. Merebaknya sentimen anti China dewasa ini berkaitan erat dengan pemerintahan yang tidak demokratis, yang tidak dapat menerima adanya perbedaan pendapat. Untuk mengamankan kekuasaannya, pihak penguasa hanya mengutamakan orang-orang yang berasal dari sukunya sendiri. Pejabat-pejabat yang jujur dan berprestasi selalu dipensiun lebih awal atau disingkirkan sebagai Dubes kalau tidak mau menuruti kemauan penguasa.

Untuk menutupi segala tindakannya, penguasa merekayasa keadaan sedemikian rupa seolah-olah keadaan negara masih memerlukan penanganan khusus, salah satunya adalah rekayasa kerusuhan rasial terhadap warga keturunan China. Cara ini untuk mengalihkan perhatian masyarakat terhadap tindakan diktator dan korupsi para penguasa, padahal beberapa puluh (dan ratus) orang China dimanfaatkan untuk mengelola uang hasil korupsinya.

2. Orang-orang sekelas Edy Tanzil yang hanya berpendidikan SD diajak kolusi oleh para penguasa dan diberi rekomendasi untuk memperoleh kredit yang sangat besar. Setelah berhasil, saham kosongnya ditarik dan Edy Tanzil dijerumuskan sebagai subversi sambil diexpose ke-China-annya. Boss boneka yang mengelola uang hasil korupsi mereka dengan sengaja diexpose melalui berbagai media massa (milik mereka juga) bahwa business-nya kurang etis, diskriminatif, dan segudang predikat jelek lainnya. Dengan demikian orang awam akan beranggapan bahwa semua keturunan China pasti kaya dari hasil business curangnya, padahal mayoritas warga keturunan China hidupnya juga melarat.

Hal yang sama dengan versi yang berbeda-beda diterapkan pula terhadap orang-orang keturunan China dari berbagai kalangan, terutama dari kalangan dunia hitam seperti Hong Lie dan Hartono, di mana pelindung mereka sebenarnya adalah para penguasa juga. Dengan cara ini maka "musuh bersama" dapat dipelihara terus menerus.

3. Krisis moneter yang terjadi saat ini, dalam waktu singkat telah merontokkan business kelompok tertentu dari warga keturunan China, yang menjadi boneka penguasa atau kolusi dengan penguasa. Perusahaan demikian umumnya cenderung mencari utang sebesar-besarnya sehingga dalam waktu singkat berkembang menjadi perusahaan raksasa, padahal perkembangan tersebut bukan karena prestasi para pengelolanya.

Pada saat krisis moneter mereka tidak mampu lagi menanggung utang dan beban bunga yang tinggi. Sebaliknya kelompok lain yang berusaha atas keringatnya sendiri; yang umumnya berskala kecil atau menengah, meskipun sangat terpukul dengan krisis moneter ini tidak sampai membuat mereka bangkrut karena mereka menggunakan kredit bank dalam jumlah yang wajar. Ini suatu bukti bahwa tidak semua warga keturunan China tukang kolusi, masih banyak di antara mereka yang memiliki business yang bersih.

4. Sebagian organisasi massa Islam dan Pesantren disusupi oleh agen-agen pemerintah yang bertujuan menggiring mereka mengikuti rencana pemerintah, di antaranya tindakan brutal terhadap warga keturunan China dan non Islam sehingga tampaknya seolah-olah dimotori oleh organisasi massa Islam. Mereka memanfaatkan orang-orang extrim (yang pasti ada dalam agama apapun) dibantu para pencoleng dan kaum preman yang telah dibina secara intensif melalui Pemuda Pancasila yang pimpinannya beberapa hari yang lalu (Yoris Yerewai, Jan.98 - pen) tertangkap basah berjudi..

Para pemimpin ormas Islam sekelas Gus Dur atau Amien Rais, tidak mungkin merestui tindakan seperti ini, bahkan tantangan Gus Dur untuk menunjukkan dalang sebenarnya dalam kerusuhan Tasikmalaya, ternyata tidak ditanggapi. Kalau kita telusuri waktunya, ternyata tindakan radikal tersebut muncul setelah terbentuknya ICMI di bawah pimpinan Habibie, yang notabene adalah organnya Gokar. Tidak berlebihan jika ada yang berasumsi bahwa semua ini taktik adu domba ormas Islam dengan warga keturunan China dan non Islam. Dilarangnya koalisi Mega-Bintang memperkuat asumsi di atas.

5. Keadaan negara kita saat ini sudah demikian parahnya, krisis moneter yang terjadi diyakini berbagai kalangan sebagai penjabaran dari krisis politik. Tetapi pemerintah tetap ngotot bahwa krisis moneter akibat US$ diborong pihak swasta (dalam arti perusahaan milik warga keturunan China) untuk membayar utangnya, dan tidak ada sedikitpun pengakuan bahwa ini adalah akibat krisis politik. Kalau rupiah melemah dari Rp.2.450 menjadi sekitar Rp.3.500, bisa diterima bahwa ini adalah krisis moneter dan bisa dijelaskan dengan berbagai teori.

Secara teoritis, tanpa ulah spekulan di kawasan ASEAN pun suatu saat Indonesia akan dilanda krisis moneter akibat program yang kacau balau dalam impor barang modal untuk keperluan investasi, yang campur aduk dengan kepentingan pribadi para penguasa. Dalam kurun waktu lebih dari 20 tahun setiap tahun investasi selalu lebih besar dari tabungan, sehingga neraca pembayaran kita selalu defisit - di mana sebagian besar pinjaman luar negeri dan investasi untuk kepentingan "Soeharto Incorporations".

6. Peranan media massa sangat dominan untuk menyebarkan isu bahwa kredit macet adalah ulah pengusaha keturunan China, dan sekaligus menutupi kredit macet yang dibuat "Soeharto Inc". Taktik tarik ulur dari Soeharto sebagai presiden RI dengan IMF, diduga untuk memberi kesempatan "Soeharto Inc" menarik keuntungan dari fluktuasi dolar yang sangat tajam sampai terkumpul dana yang cukup untuk menutupi kredit macet yang dulu uangnya sudah disimpan di bank-bank luar negeri.

Sebagai orang yang sangat "nasionalis", beliau merasa bertanggung jawab untuk menjaga agar dalam permainan ini rupiah tidak terlalu ambruk, sehingga dipertahankan pada level Rp.6.000 - Rp.7.500 (akhir 97 s/d Jan.98 - pen). Oleh karena itu nilai tukar tersebut bertahan cukup lama. Sayangnya ide cemerlang ini tercium pihak lain (atau mungkin juga kerja sama) yang meniru taktik yang sama dalam rangka investasinya di Indonesia.

7. Krisis moneter yang melanda kawasan Asean dan sekitarnya, diduga dimotori oleh kekuatan asing yang dalam rangka globalisasi bermaksud memindahkan (relocation) industrinya ke kawasan ASEAN yang biaya produksinya murah. Apabila mata uang di negara ASEAN - khususnya Indonesia menjadi sangat rendah, maka harga beli pabrik di Indonesia dalam US$ menjadi sangat murah. Diaturlah suatu kerja sama antara IMF, para kreditor, dan calon investor di Indonesia, untuk menekan perusahaan-perusahaan debitor di Indonesia yang tidak bisa membayar utangnya, agar mau mengkonversikan utangnya
sebagai penyertaan modal (saham).

Langkah pertama adalah penguasaan sektor perbankan sebagai faktor kunci, sehingga dalam persyaratan yang diajukan IMF Indonesia harus menghapus pembatasan penyertaan modal asing sebesar 49% di dalam perbankan Indonesia. Tahap berikutnya baru memasuki sektor riel (industri) yang menguntungkan, dan sasarannya adalah perusahaan milik warga keturunan China yang sebelumnya sudah dipojokkan lebih dahulu (untuk tujuan lain).

Ironis sekali, pemerintah lebih rela ekonomi Indonesia dikuasai oleh orang luar daripada oleh "anak tirinya", karena anak kandungnya sendiri tidak mampu mengelola. Kalau rencana ini sudah terlaksana, saya yakin nilai tukar US$ terhadap rupiah akan turun kembali ke level yang wajar, dan sentimen anti China otomatis akan mereda.

8. Segala tindakan negatif dari orang-orang keturunan China selalu dikaitkan dengan a-nasionalisme, padahal tindakan para penguasa korup sekarang ini jelas-jelas a-nasionalisme. Cukup banyak orang-orang keturunan China (yang tidak terkenal) yang memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi yang tidak kalah dengan pribumi. Terlalu absurd jika nasionalisme warga keturunan China seolah-olah hanya diwakili oleh para pengusaha terkenal, yang karena tingkat pendidikannya belum tentu mengerti arti kata nasionalisme.

Walaupun mereka kaya dan tinggal di daerah elite, tidak berarti bahwa mereka kaum elite warga keturunan China. Apakah gambaran nasionalisme dari kalangan pribumi dapat diwakili oleh keluarga Soeharto, peragawati, artis terkenal, atau oleh para pedagang di pasar dan orang-orang yang setiap hari berkeliaran di tempat ramai tanpa tujuan jelas?

9. Apabila hukum dapat ditegakkan, tindakan-tindakan brutal terhadap warga keturunan China akan mereda dengan sendirinya, dan sekaligus kolusi antara penguasa dengan kelompok tertentu warga keturunan China juga akan berhenti. Dalam pemerintahan yang bersifat anarkhis, para penguasa berusaha mempertahankan kekuasaannya selama mungkin sambil menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya.

Hukum akhirnya ditegakkan hanya untuk membenarkan dan melindungi penguasa semata-mata. Setelah pemerintah yang bersih pasca Soeharto (dan Habibie - pen) terbentuk di Indonesia, diharapkan hukum akan dapat ditegakkan dengan adil dan hak azasi manusia dihormati dengan baik, termasuk persamaan hak warga pribumi dan non pribumi dalam segala bidang.

10. Keturunan China di Indonesia meskipun ciri-ciri pisiknya hampir sama, kalau diteliti lebih lanjut ternyata terbagi dalam 2 kelompok besar (semula ada 3 kelompok besar, tetapi 2 kelompok pertama telah melebur menjadi satu), yang mudah dibedakan dari budaya, bahasa, agama, pekerjaan, makanan, pendidikan, dan lain-lain. Kelompok pertama sangat dipengaruhi oleh budaya setempat, bahkan sebagian besar diyakini sebagai keturunan pribumi dari garis ibu sedangkan kelompok kedua masih kuat dipengaruhi tradisi negara asalnya. Tidak adil kalau kedua kelompok ini disama ratakan karena dalam banyak hal mereka seringkali bersimpangan jalan, bahkan banyak anggota kelompok pertama yang enggan bermenantukan anggota kelompok kedua atau sebaliknya.

Kalau pemerintah sungguh-sungguh berniat mengadakan asimilasi antara warga pribumi dan keturunan China demi terciptanya kesatuan dan persatuan bangsa (nasionalisme Indonesia), program yang akan diterapkan harus memperhatikan perbedaan kedua kelompok tersebut dengan tetap berpedoman pada hak azasi manusia - bukan dengan program untuk meng-Islam-kan warga keturunan China melalui kawin campur yang cenderung dipaksakan. Kawin campur akan otomatis terjadi dengan sendirinya dalam lingkungan pergaulan masing-masing, jika kedua belah pihak - pribumi dan keturunan China- dapat hidup rukun dan damai.


HIMBAUAN

a. Kepada saudara-saudara warga keturunan China.

1. Kalau kita masih berpikir bahwa kita China maka orang lain akan mempunyai pikiran yang sama, sebaliknya kalau kita berpikir bahwa kita adalah orang Indonesia maka orang lain yang mengenal kita lambat laun akan mengakui bahwa kita adalah bagian dari bangsa Indonesia, meskipun kita berwajah China. Sebaliknya seorang China Indonesia yang terlalu berlebih-lebihan (overacting) dalam usahanya agar dianggap sama dengan pribumi, malah akan dianggap tidak wajar dan menyebalkan mereka. Jadi bertindaklah wajar apa adanya dengan ke-China-an kita, tunjukkanlah biarpun kita China tetapi kita juga merasa sebagai bangsa Indonesia.

2. Dalam pergaulan, hendaknya kita tidak membatasi diri pada sesama keturunan China saja tetapi cobalah bergaul dengan kalangan pribumi, mulailah bergaul dengan mereka yang keadaanya kira-kira setara dengan anda agar pergaulan anda seimbang. Kalau kebetulan anda fasih berbahasa China, janganlah menggunakan bahasa tersebut di depan orang lain yang tidak mengerti karena akan membuat mereka tersingung.

Anda juga akan tersinggung jika mendengar orang lain berbahasa Belanda di muka anda, seolah-olah anda disisihkan dari mereka. Sebagian dari kita mungkin pernah dikecewakan oleh pribumi atau bahkan mungkin mobil / rumahnya dibakar, tapi janganlah hal ini dijadikan patokan bahwa semua pribumi demikian, apalagi ada dugaan kuat bahwa semua ini rekayasa penguasa.

3. Khusus kepada anda yang kebetulan kaya raya, janganlah kekayaan anda dipamerkan secara menyolok dalam bentuk mobil mewah, handphone, baju buatan perancang mode terkenal, dan berbagai macam atribut kemewahan lainnya, otomatis tindakan ini akan membuat orang lain tidak suka, termasuk sesama keturunan China yang lebih bersahaja.

Apalagi kalau kekayaan anda hasil kolusi dengan para pejabat korup, hentikanlah segera kolusi anda dan bertobatlah di depan Tuhan. Ingat tindakan anda selain menyengsarakan rakyat banyak, juga menyebabkan seluruh populasi warga keturunan China di Indonesia harus menanggung resiko menjadi sasaran kebencian rasial. Anda sendiri dapat dengan mudah bersembunyi di balik perlindungan pejabat korup partner anda.


b. Kepada saudara-saudara warga pribumi.
1. Saya menghimbau kepada anda; khususnya dari kalangan yang terpelajar, hendaknya anda bisa berpikir secara realistis bahwa dengan segala kekurangan dan kelebihannya, warga keturunan China telah memberikan warna tersendiri terhadap kehidupan bangsa dan negara kita. Suka atau tidak suka, kami secara legal telah menjadi bagian dari bangsa Indonesia.

Kalau kebetulan anda pernah dikecewakan oleh tingkah laku salah seorang dari kami, harap dilihat orang per orang dan tidak digeneralisasikan sebagai mewakili seluruh warga keturunan China. Cukup banyak China kaya yang hanya drop-out dari "Chung Hwa Siaw Sie" (sekolah China setingkat SD yang ditutup pada tahun 1966) sehingga kelakuannya bagaikan "petruk jadi raja". Walaupun kami sama-sama keturunan China, kami juga muak dengan kelakuan sebagian dari mereka yang sering overacting.

2. Bagi anda yang selama hidup belum pernah berteman dengan salah seorang warga keturunan China, cobalah iseng-iseng anda mendekati mereka yang pendidikannya setaraf dengan anda, sehingga secara prinsip cara berpikirnya tidak berbeda dengan anda. Pelajarilah sikap dan pandangan hidup mereka terhadap pribumi khususnya, atau terhadap bangsa & negara Indonesia pada umumnya.

Universitas adalah tempat terbaik untuk pendekatan demikian. Secara psychologis, kebencian terhadap orang lain yang tidak kita kenal adalah luapan dari obsesi kita terhadap orang tersebut tanpa dia tahu apa yang kita pikirkan. Mudah-mudahan setelah mempunyai beberapa orang kawan keturunan China, pandangan anda terhadap kami menjadi lain. Percayalah, di hati kami, hanya Indonesia satu-satunya tanah air kami.

3. Kepada para pimpinan organisasi massa Islam, saya menghimbau anda untuk
lebih berhati-hati terhadap para anggota masing-masing karena sebagian di antaranya adalah agen-agen yang disusupkan oleh penguasa yang hendak mengadu domba kalangan Islam dengan non Islam, atau Islam dengan warga keturunan China. ICMI dan KISDI saat ini kelakuannya lebih banyak merugikan umat Islam daripada memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan umat Islam Indonesia. Perhatikanlah para Da'i yang hendak memberikan dakwah di Mesjid-mesjid dan Pesantren, agar mereka tidak
mencampur adukan dakwah agama dengan hasutan yang membakar kebencian terhadap agama lain dan keturunan China. Marilah kita bersatu padu membangun kembali
negara kita yang hampir ambruk ini.

Sekian.
Hidup Indonesia.